SPIRIT OF THE SOCCER



Pada suatu malam, tepatnya di tahun 2001, dua anak muda kampung (tapi tidak kampungan, he he) membawa map yang berisi beberapa lembar kertas yang dijilid rapi. Rapi sekali, serapi rambut mereka yang tersisir rapi. Mlitihis kaya Harmoko, begitu kata para orang tua dikampungku dulu untuk menyatakan orang yang rambutnya tertata rapi, hitam, dan mengkilat penuh minyak wangi. Hihi. Maklumlah, di zaman orde baru, Pak Harmoko yang waktu itu menjabat sebagai menteri penerangan di negeri ini adalah wajah yang hampir setiap minggu, bahkan hari, muncul di televisi. Salah satu yang khas dari Beliau adalah rambutnya yang “mengkilat” dan rapi. Makanya orang-orang di kampungku kalau melihat seseorang yang berdandan rapi dengan rambut yang mlithis (mengkilat), diumpamakan seperti pak Harmoko. Kembali ke tangtop, eh laptop. Dengan penuh percaya diri dua pemuda tadi menemui salah satu ketua RT yang cukup ternama di kampungnya. Begitu sampai di rumah pak RT, mereka langsung ditemui oleh pak RT tersebut.



Nuwun sewu pak mengganggu. Sebelumnya kami minta maaf mengganggu istirahat Bapak.” Salah satu pemuda itu mulai membuka percakapan. “Ora papa (tidak apa-apa) mas, saya tidak merasa terganggu kok dengan hadirnya panjenengan-panjenengan di gubuk saya. Sepertinya ada yang penting nih, ada yang bisa saya bantu?”

“ Begini pak, kami atas nama perwakilan pemuda dari  dua grumbul, yaitu grumbul Guguran dan Depok bermaksud mengajukan proposal dan pemberitahuan tentang pembentukan tim sepakbola. Adapun proposalnya berisi tentang permohonan bantuan kepada masyarakat dan pihak desa yang nantinya digunakan untuk membeli bola dan costum sepakbola pak. Mohon izin dan do’a restu dari Bapak.”  Sejenak pak RT tersenyum. Sambil menggaruk-garuk kepalanya, dia bertanya kepada dua pemuda tadi. “Apa sudah siap untuk membuat tim sepakbola?, dananya besar lho mas. Bukan hanya itu saja, apa anggotanya juga sudah siap?, saya tahulah kemampuan pemuda-pemuda daerah sini. Kalau sekiranya tidak memalukan, ya silakan dibuat”. Deg... Pernyataan sekaligus pertanyaan yang tidak disangka-sangka. Ya, tidak disangka-sangka. Dari tanggapan yang berupa senyuman dan garukan-garukan kepala saja, dua pemuda tadi sudah mulai membaca mau ke arah mana pembicaraan ketua RT itu. Apalagi pernyataan yang terakhir, “Saya tahulah kemampuan pemuda-pemuda daerah sini. Kalau sekiranya tidak memalukan, ya silakan dibuat”

Anda tahu bagaimana akhir dari permohonan proposal tersebut? disetujui, ya disetujui. Dan akhirnya terbentuklah tim sepak bola yang digagas oleh para pemuda-pemuda kampung itu. Dan asal tahu saja, satu dari pemuda tadi adalah saya. Hehe.

Jujur saja, sebagai anak muda yang sedang semangat-semangatnya untuk berekspresi, saya dan teman saya sangat kecewa jika mengingat pernyataan yang dilontarkan oleh ketua RT tadi. Mungkin kami berburuk sangka, tapi apakah Ketua RT itu tidak merasa bahwa pernyataan itu (“Saya tahulah kemampuan pemuda-pemuda daerah sini. Kalau sekiranya tidak memalukan, ya silakan dibuat”), seolah menjustifikasi bahwa anak-anak muda, yang justru berada di sekitar wilayahnya adalah anak-anak muda yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa di bidang sepakbola. Ah, sekali lagi mungkin itu buruk sangka. Kejadian pada malam itu kami ceritakan kepada teman-teman yang lain, mereka juga merasakan hal yang sama. Bahkan ada yang nyeletuk, “Bukannya bangga dan diberi semangat, malah ngece”. Kejadian itu menjadi pembicaraan hangat, sampai menjelang kompetisi sepakbola di kampungku. Oh ya, walaupun kampung, tapi setiap memperingati HUT kemerdekaan Negara ini, selalu diadakan kompetisi sepakbola. Pesertanya adalah klub-klub sepakbola yang ada di kampung ini. Waktu itu ada enam klub, dikelola secara mandiri oleh masing-masing klub. Dan sepengetahuanku, kampungku ini memang cukup menonjol dalam prestasi sepakbola. Dari tahun 1970-an sampai sekarang, klub sepakbola di kampungku termasuk tim yang disegani.

Lantas apakah semangat kami menurun? justru tidak, Kita lihat saja nanti! Begitu kalimat yang terucap dariku dan juga teman-teman yang lain.

Kompetisipun siap dimulai. Seperti biasa ada technical meeting yang diadakan di Balai desa. “Wah, klub baru nih. Kata beberapa panitia dan perwakilan anggota klub sepakbola yang lain. “Selamat datang”. Begitu ucap salah satu dari mereka. Biasalah manusia, sebagai orang baru mungkin kami dianggap sepele, ada yang tersenyum simpul akan kehadiran klub kami. Sekali lagi mungkin kami berpikir negatif terhadap mereka, tapi ya kami cukup paham betul karakter-karakter mereka. Silakan saja kalian mau berkata apa, kita lihat saja nanti. Akan kami tunjukkan siapa kami sebenarnya. Begitu gumamku dalam batin.

Pertandingan melawan juara bertahan tak terelakan, bahkan di hari pertama. Ya, pertandingan pertama di kompetisi resmi kali ini adalah melawan sang juara bertahan. Malam sebelum bertanding, kami berembug untuk mempersiapkan strategi melawan mereka. Maklumlah berembug, soalnya tidak ada pelatih. Hehehe. Berbekal pengalaman kami sebagai “penonton” liga Italia dan Inggris, terciptalah pola permainan 4-4-2. Wuih, taktik dan strategi dipersiapkan. Dengan gaya Sir Alex Ferguson, masing-masing pemain mendiskripsikan sendiri tentang apa yang akan dilakukannya pada pertandingan esok hari. Seru sekali cara perbincangan strateginya. Sampai-sampai yang punya rumah mencak-mencak karena berempugnya sampai jam setengah dua belas malam. Waduh....

Hasil pertandingan pertama, kalah! ya kami kalah. Pertandingan berikutnya draw satu kali dan menang tiga kali. Hasil akhir kompetisi, kami juara tiga. Hehehe. Kami bangga, setidaknya sebagai pendatang baru kami tidak mengecewakan. Tidak tahu bagi pak RT. Hahaha. Tapi dendam belum berakhir! Begitu kira-kira pesan kami di dalam hati. Apalagi mengingat kata-kata Pak RT tadi, dan lebih-lebih ada salah satu pemain kami yang diludahi oleh salah satu anggota tim lawan. Sialan! Geramku. Di tahun besok, akan kami kalahkan mereka.

Setelah selesai kompetisi, kami mulai membenahi klub kami. Hampir disetiap akhir pekan, biasanya Sabtu atau Minggu, kami bertanding melawan klub-klub yang sudah punya nama. Sengaja kami lakukan itu, karena dengan melawan mereka yang secara teknik dan taktik lebih bagus dari kami, secara tidak sadar kita sedang dilatih oleh mereka. Beruntung mereka bersedia. Bahkan ada salah satu klub kenamaan yang memberi acungan jempol kepada kami. Menurut mereka, teknik kami masih jauh di bawah standar, tapi daya juang dan semangat kami membuat mereka tidak mudah untuk mengalahkan kami.

Pada tahun kompetisi berikutnya, tepatnya 2002, kami menjadi runner up alias juara kedua. Dan tahun berikutnya, 2003 kami berhasil menjuarai kompetisi sepakbola tersebut. Bangga dan sedih bercampur menjadi satu. Tahun tersebut adalah tahun pembuktian dari kami. Tahun dimana kami, anak-anak muda yang tadinya dipandang sebelah mata, hanya dalam tempo tiga tahun, berhasil menjuarai kompetisi yang bergengsi tersebut. Bukan hanya di sepakbola, pada tahun itu, di kegiatan lomba yang lain, lomba yang diadakan di tingkat desa, organisasi kami juga menjadi juara satu pada cabang bola voli dan sepak takraw, bahkan juara harapan dua pada lomba teater di tingkat kecamatan. Ucapan selamat berhamburan dari warga di grumbul kami. Terlihat wajah-wajah kegembiraan dan juga keharuan terpancar dari mereka. Anak-anak mereka, cucu-cucu mereka, keponakan-keponakan mereka, adik-adik mereka, kakak-kakak mereka menunjukkan, bahwa apapun bisa terjadi. Selagi masih ada impian, semangat, daya juang, dan kerja cerdas, maka apapun bisa terjadi. Inilah salah satu pelajaran indah dalam hidupku dan mungkin juga untuk teman-temanku yang lain. Hehehe.

Yakinlah bahwa kita mampu meraih apa yang kita inginkan. Kegagalan bukan untuk diratapi dan disesali, apalagi jika sampai jatuh pada titik kekalahan. Kegagalan adalah ibarat tangga pertama dari tangga kesuksesan yang ada pada tangga setelahnya. Jangan takut meraih impian, karena dengan impian, maka masa depan cerah menjadi milik kita. Tanamkan pada diri kita, bahwa kita pasti bisa dan pasti mampu meraih apa yang kita inginkan. Selamat berjuang, selamat bergerak!

Be a hero!

Popular Posts