Skip to main content

Posts

BULLY MEMBULLY............. #sedikit bicara politik

Jujur saya rada malas untuk membicarakan masalah yang bersentuhan dengan politik. Bukan berarti saya anti politik. Bukan! Saya hanya kecewa karena hakikat dari politik itu seakan hilang di negeri ini. Bagi saya, hakikat politik adalah mensejahterakan manusia dan aneka rupa kehidupan yang menyertai manusia itu sendiri. Ndak tahu menurut kalian politik itu apa. Tapi menurut saya, itulah hakikat dari politik yang sebenarnya. Politik, yang konon berasal dari bahasa luar sana ( ndak tahu bahasa mana... wkwkwkwk), menurut saya adalah sesuatu yang mulia. Ia bukan sesuatu yang kotor. Ibarat pisau, maka ia tergantung pada si pemegang pisau tersebut. Mau digunakan buat ngiris bawang, atau justeru ngiris tangan orang lain. Hiy... ngeri! Tulisan ini terinpirasi dari berbagai macam kasus yang sedang menjadi pembicaraan orang di negeri ini. Sudah cukup lama. Karena kelamaan itulah akhirnya saya menulis postingan ini. Kasus apakah itu? Kasus KPK dan POLRI. Kok tadi bilangnya berbagai macam kasus? K

SELAMAT SIANG CINTA

Selamat siang cinta..... Sama seperti hari kemarin, aku masih mengais sisa-sisa rindu yang mulai pudar termakan zaman. Entahlah, mungkin aku sudah bosan dengan ketiadaanmu yang selalu menghardik batinku. Disini, sepuluh tahun yang lalu, aku memberimu sepasang mawar merah. Sepasang mawar yang mengoyak seluruh jasadku sampai habis. Sepasang mawar yang membunuh cintaku dengan angkuhnya. Suasana taman itu masih seperti dulu. Hanya ada bougenville yang terlihat semarak dari balik gubuk ini. Sementara burung-burung manyar yang selalu bernyanyi di tepi kolam itu kini tinggal guratan semu. Tak ada lagi nyanyian merdunya. Sama seperti diriku, kehilangan kemerduan wajahmu. Aku masih disini cinta. Sekadar menatap taman dan kolam yang mulai mengering itu. Ah, mengering di musim hujan. Sungguh mencengangkan! Cinta.... Masih sama seperti dulu. Aku masih bersandar di pohon mahoni di depan gubuk ini. Seakan ada dirimu disampingku. Ah, sungguh menyakitkan! Upz, seorang anak kecil bermain balon di sampi

TAK ADA LAGI JALAN KECIL DI JALAN ITU

Masih berkisah tentang masa-masa SMA ku dulu. Hmm, entah kenapa beberapa hari ini aku terngiang masa laluku tempo dulu, especially masa-masa sewaktu masih SMA dulu. Aku beri tahu kepada kalian, dulu di depan SMA ku ada jalan yang begitu rindang. Kenapa rindang? Karena berderet pepohonan. Rapi, dari arah barat menuju ke timur. Jika kalian tinggal di Purwokerto, atau mungkin pernah menyambangi kota itu, aku yakin tak akan asing dengan nama jalan ini. Jalan Dr. Angka. Ya, di jalan Dr. Angka inilah SMA ku berada. Dulu, dari arah barat ke timur, sampai ke perempatan Rumah Sakit DKT (sekarang sudah ada juga Hotel Aston), jalan itu terbagi menjadi tiga. Satu jalan raya besar, dan dua jalan raya kecil. Seingatku, jalan raya yang berada di tengah, digunakan untuk kendaraan-kendaraan besar dan sepeda motor. Sedangkan jalan yang kecil, jalan yang berada di sisi kanan dan kiri jalan besar digunakan untuk sepeda onthel dan becak. Jalan-jalan kecil itu dibatasi oleh semacam trotoar, namun ditanami

A LETTER OF LOVE

Kasih.... apa yang kau lakukan malam ini untuk mengenangku? Membaca puisiku? atau hanya sekedar menyebut namaku di hatimu? Jadi ingat ketika masih SMA dulu. Malam menjelang pagi seperti ini, aku masih mengeja sedikit demi sedikit namamu. Sembari mendengarkan surat-surat cinta yang biasa dibacakan oleh penyiar favoritku di radio itu. Radio gaulnya anak muda masa itu. Ah, sungguh indah. Apalagi setelah pembacaan surat cinta itu selesai, biasanya langsung diputarkan lagu yang pas sekali dengan isi surat cinta itu. Oh syahdunya. Kasih... Jujur, untuk mengingat namamu saja aku susah. Bukan karena aku melupakanmu ataupun membenci setiap pertemuan yang terjadi saat ini, bukan! Bukan itu! Aku hanya ingin mengenang yang indah-indah saja. Hanya itu sebenarnya. Tapi entah mengapa ketika aku teringat wajahmu, rautan-rautan kepedihan itu muncul begitu saja. Rautan yang masih tertanam hingga sekarang. Kasih.... Itulah sebabnya aku mulai tak berdaya ketika mencoba mengeja namamu, huruf demi huruf. Ka

REAL MADRID, AKHIRNYA MALAM INI KAU DIPECUNDANGI

Malam Minggu ini tak seperti biasanya tivi di rumahku kurang ada peminatnya. Hehehe. Biasanya untuk sekedar nonton acara favoritku, aku harus nunggu para tivi junkies di rumahku ini untuk menyelesaikan hajat mereka. Ya apalagi kalau bukan menunggu acara mereka selesai. Biasanya siih pilem-pilem Indiahe. Wkwkwkwkwk. Tapi tidak malam ini. Mungkin mereka capek sehingga tivi yang biasanya mereka tonton justru sekarang kebalikannya. Tivi yang pada nonton mereka. Alhasil akupun dengan leluasa pencat-pencet remote buat nyari acara yang menurutku bagus. Wuih ada bola, sepak bola maksudku. Liga Inggris dan Liga Spanyol. Dengan antusias dan tanpa jampi-jampi mantra segera kupilih untuk menonton pertandingan sepakbola liga Spanyol. Derby Madrid. Real Madrid versus Atletico Madrid. Dengan sederet pemain bintang yang konon sangat mahal banderol mereka, ternyata sampai tulisan ini diterbitkan, Real Madrid sudah dipecundangi empat kosong (4-0) oleh Atletico. Wualah.........................   Gemana j

Plisss..... Jangan Kau Nyanyikan Lagi Lagu Nina Bobo Itu

Nina bobo  Ooh Nina bobo Kalau tidak bobo digigit nyamuk =================================================== Siapa sih yang tak kenal lagu tersebut? Jika ada yang belum kenal, silahkan kalian kenalan lebih dahulu. Cocok ya syukur, kalau ndak cocok ya sahabatan saja. Wkwkwkwk. #comblang kaleee :) Tadinya bingung mau posting apa, eh pas semalam bidadariku nyanyi lagu "Nina Bobo" tiba-tiba munculah sesuatu yang sudah lama tak cari-cari. Ee siapa dia? Ide. Yupz, dari nyanyian tersebut munculah ide untuk postinganku kali ini. Ide ini muncul ketika tiba-tiba saja naluri kabapakanku tidak terima dengan baris terakhir dari lagu tersebut. Wah sok kebapakan banget sih lu son. Son son.. Wehehehe... Kalau tidak bobo digigit nyamuk . Nah ini dia bagian terakhir dari lagu Nina Bobo itu yang menyentuh relung hatiku yang terdalam. #lebayyyyy Lebay? Mungkin saja! Tapi coba ulang-ulang bait tersebut sembari bernyanyi. Bukan hanya dimulut sahaja, tapi cobalah untuk diresapi. Mari kita nyanyika

Sajak Siang

Mentari merona dengan angkuhnya sementara garis-garis cakrawala berjajar rapi membangun anyaman sang siang Aduhai kenari... Tolong panggilkan merpati kemari mendekap bumi Menghentak ribuan caci  yang tiada henti dari balik jeruji hati yang slalu menanti..... diri.....

MBAH SURO

Semenjak kematian mbah Suro, dusun Glathak semakin senyap setiap malamnya. Mbah Suro, lelaki paruh baya yang terkenal dengan ketinggian ilmu kanuragannya akhirnya tewas mengenaskan di tepi kali Tajum. Kepalanya sampai sekarang belum ditemukan. Hanya tubuhnya yang tak berkepala saja yang ditemukan di pinggir kali seminggu yang lalu. Yang mengherankan, tak setetespun darah yang mengalir dari bagian tubuhnya yang terpotong itu. Sungguh mencengangkan! Masih lekat diingatan kang Tarsun ketika seminggu yang lalu ia bersama kang Bodong menemukan jasad mbah Suro. Pagi masih buta ketika kang Tarsun dan kang Bodong berangkat memancing ke kali Tajum. Dua lelaki yang sudah bersahabat semenjak kecil itu memang punya kesamaan dalam banyak hal, termasuk memancing. Tak seperti biasa, pagi itu mereka sengaja memancing di sebuah kedhung yang terkenal dengan keangkerannya. Kedhung yang berada di kali Tajum itu bernama kedhung gathuk . Entah apa yang melatari pemberian nama tersebut. Yang jelas, di bagian

HILANG PERMATAKU.... HILANG PUISIKU.... YANG KUTULIS SEJAK DULU KALA

Jika saya ditanya, kenapa suka menulis di blog maupun sosial media lainnya? Maka salah satu jawabannya adalah karena saya suka nulis. Kok salah satu bro? Iya.... ndak papa kan? kalau salah satu kan masih dapat nilai A. Hehehe. Ya namanya juga suka, susah kan kalau sudah berbicara masalah suka? Hehehe. Kesukaan saya pada menulis, setelah saya renungkan dengan bijak di kamar isteri orang lain..... eh isteri sendiri, ternyata sudah dimulai semenjak saya SMP. Ada dua buku tulis saya yang berisi puluhan puisi hasil karya saya sendiri.  Buku tersebut saya simpan rapi. Sampai akhirnya, tanpa sepengetahuan saya, buku tersebut dijual oleh orang tua saya bersama buku-buku saya yang lainnnya. Kesal, marah, dan sedih bercampur menjadi satu. Tapi bagaimana lagi, yang menjual adalah orang tua saya. Dan orang tuaku ndak tahu bahwasanya ada dua buah buku yang berisi puisi-puisi tentang perjalanan hidup dan cintaku... Huhuhuhu.... Mau marahin orang tua? Ndak mungkin kan.... Pol-polan nya ya hanya se

DI ATAS KESEDIHAN INILAH KITA BERTEMU

Bismillah... Setelah sekian lama tidak menulis di blog yang cukup manis ini ;) alhamdulillah hari ini ada "sedikit" waktu luang untuk kembali corat-coret di blog ini. Bukan hanya tak lama menulis, dengan beberapa sahabat yang dulu biasa bertemu pada pengajian pekananpun lama tak bersua. Setelah saya dan beberapa sahabat memulai kehidupan baru, mulai dari punya kerjaan baru sampai punya isteri baru, eh, menikah maksud saya, intensitas pertemuan kami mulai berkurang. Bahkan bisa dibilang jarang. Ada kesan tersendiri ketika mengingat masa lalu kami ketika kami masih belum menikah. Mulai dari pengajian rutin, beraneka macam kegiatan hizbiyah, sampai beberapa aksi solidaritas yang kami ikuti. Sungguh manis berbagai kenangan yang telah kami lewati. Memang, silaturahmi masih terjaga. Apalagi di zaman serba canggih seperti ini, tak sulit bersilaturahmi meski via media sosial maupun melalui telepon seluler. Dan pagi itu, ketika baru saja sampai di tempat kerja hapeku berbunyi. Sebuah

MONOLOG JIWA

Aku mungkin masih bisa menari disela-sela pagi. Mungkin, ya mungkin. Tentu saja ketika engkau sedikit menyibakkan wajahmu dari balik tirai yang tak beraturan itu. Mungkin? Ya, mungkin. Tapi aku adalah lelaki yang tidak menyukai kemungkinan. Sangat..... sangat membenci kemungkinan. Mendengar kata "mungkin" saja perutku serasa mual. Muak! Aku tidak tahu kenapa. Sedari kecil, aku sangat membenci kemungkinan. Sekali lagi aku tak tahu mengapa. Aku hanya menyukai kepastian. Walau pada akhirnya, karena kepastian itulah jiwaku terkoyak..... terhuyung...... lemah tak berdaya. Hal apalagi yang lebih menyakitkan dari pada matinya jiwa? Bisakah kau menjawabnya? Tepukan-tepukan kemungkinan makin menyesakkan dadaku. Bencana-bencana kepastian makin menohok tulang belulangku. Ah, apa pula ini. Mungkin perkataanku hanya berlaku ketika engkau sudah berhasil memaku ruhku di samping kamarmu..... Sadarkah kamu?