Sebenarnya saya malu untuk menulis hal-hal seperti ini. Tapi
tak pikir-pikir rasanya saya harus menulis ini. Bukankah takdir bergerak mengikuti pergerakan orang yang bergerak menentukan takdirnya sendiri ? Hah, bilang saja, Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang jika orang itu tidak mau merubah nasibnya sendiri. Gitu aja kok berbelut-belut, eh berbelit-belit. He he.
Begini ceritanya, semoga tidak menjadi sombong, sedari SD sampai SMA saya adalah bintang kelas. Ketika SD dari kelas 1 sampai kelas 6 saya selalu ranking pertama, kemudian SMP seingatku hanya kelas 1 catur wulan (dulu pakai sistem catur wulan bukan semester ) 1 dan 2 saya ranking 2, setelah itu mulai dari kelas 1 catur wulan 3 sampai kelas 3, berturut-turut saya ranking 1.
Lain lagi cerita waktu SMA, kelas 1 masih bisa ranking 1. Kelas 2, haha,
ampun dach, amburadul ! Maklum lah lagi masa muda. Masa-masa SMA yang penuh dengan perbuatan-perbuatan nekad dan konyol.
Vivere veri colloso, begitu kata guruku dulu. Kelas 3 SMA saya Bangkit (ngeri yah ? bangkit. Hihihi), berturut-turut sampai selesai saya menjadi bintang kelas kembali. Bahkan nilai EBTANAS ku (Sekarang UAN ) paling tinggi di SMA ku untuk jurusan IPS.
Ceileehhh. Bagaimana dengan kuliahku ? lain kali saja
dech ceritanya. Hehe.
Syahdan, suatu hari saya bertemu dengan teman SMP ku. Bukannya sombong, pasti dia tahu saya, selain bintang kelas, saya kan juga mantan ketua OSIS. Ehm. Jadi dapat dipastikan kalau dia pasti mengenalku, padahal saya lupa-lupa ingat sama dia. Kami bertemu di Jakarta, kebetulan waktu itu saya
lagi mendampingi anak-anak di tempat kerjaku untuk
study tour. Saking lamanya tidak bertemu, mungkin sekitar 15 tahun, akhirnya kami asyik ngobrol ini itu
ngelantur kesana kemari. Oh ya, sahabatku ini hanya lulusan SMP, setelah itu dia langsung
cabut ke ibu kota untuk mencari nafkah, eh duit. Hehe. Kami bercerita tentang pengalaman kerja. Ini yang bikin saya malu. Sekarang dia bekerja pada salah satu perusahaan pembuatan alat-alat kesehatan, kalau tidak salah sebagai
checker di gudang. Gajinya ?
woww... pantastis, begitu kata orang di kampungku. Hehe. Kenapa fantastis ? Karena gajinya lumayan besar, jauh di atas gajiku.
Yang bikin saya malu lagi, ternyata dia sudah mampu membeli tanah dan mulai membuat rumah untuk dia dan keluarga kecilnya. Hebat, batinku. Padahal dia hanya lulusan SMP dan dia tergolong anak yang biasa-biasa saja waktu SMP. Nilainya tidak sebagus nilai saya (bukan sombong
lho, tapi realitas). Dan menurut saya, dia lebih sukses
ketimbang saya.
Bukan hanya dia, masih banyak sahabat-sahabat saya yang dulu secara akademik nilainya biasa-biasa saja bahkan tergolong peringkat bawah, tapi sekarang mereka menjadi pribadi-pribadi yang berhasil. Hebat ! Hal ini tidak dialami oleh saya saja. Saya punya sahabat kuliah, dia pintar dan rajin. Tapi apa yang terjadi ?. Nasibnya hampir sama sepertiku (belum sukses). Teman-temannya yang dulu secara akademik berada di bawahnya, justeru sekarang menjadi orang-orang yang berhasil dan sukses dalam hidup mereka. Sahabat kuliah saya yang cerdas itu merasa kalah dengan mereka. Hmm.
Pertanyaannya, kok bisa
yach seperti itu ? Ternyata nilai-nilai dan prestasi di sekolah ataupun di bangku kuliah tidak selalu berbanding lurus dengan kesuksesan ketika kita berada ditengah masyarakat . Apa atau siapa yang salah ? sistem pendidikannya kah ? ataukah orang-orang berprestasi yang mempunyai masalah dalam dirinya sendiri ? Cobalah bertanya pada rumput yang bergoyang ! Halah !
Ada beberapa hal yang menurut saya cukup menarik dari kisah-kisah sukses sahabat-sahabatku itu. Sekali lagi, walaupun secara akademik sebenarnya mereka biasa-biasa saja, bahkan tergolong sangat biasa, tapi mereka mampu meraih kesuksesan dalam kehidupan mereka yang masih tergolong muda itu.
Berikut hal-hal menarik yang menurut saya merupakan kunci sukses dalam kehidupan beberapa teman saya, termasuk yang tadi saya ceritakan di atas. Dan menurut saya bisa kita aplikasikan dalam diri kita masing-masing untuk meraih kesuksesan.
Okey, langsung saja.
- Sabar
Mungkin ini adalah hal yang terlalu sering kita dengar, sabar, ya sabar. Bagaimana
ndak sabar, sahabatku yang tadi saya ceritakan, yang sudah bisa membeli tanah dan membuat rumah itu, awalnya bekerja sebagai pembantu. Tugasnya memberi makan burung-burung piaraan majikannya. Mungkin karena dia cowok, sehingga tugas memberi makan burung mungkin dianggap cocok oleh majikannya. Apalagi waktu itu temanku baru lulus SMP. Kira-kira berapa gajinya ? Ah, untuk beli rokok saja kurang.
Namun dengan sabar temanku itu menggeluti profesinya bertahun-tahun. Kalau ndak salah sampai sekitar 5 tahunan. Bayangkan saja, hidup di Jakarta sampai tahunan begitu, hanya digaji beberapa rupiah saja. Betapa hasrat-hasrat mudanya untuk berlsaya konsumtif atau apapun itu yang berbau kesenangan materi ia tahan. Kalau ndak ditahan bisa berabe, kan gajinya sedikit ? Sampai akhirnya terjadilah perubahan nasib. Ya, perubahan nasib alias takdir. Sang majikan akhirnya meminta temanku itu untuk bekerja di gudang perusahaan milik majikannya itu. Perusahaan alat-alat kesehatan yang cukup terkemuka di Jakarta. Dia dipercaya sebagai checker sampai sekarang. Dan gajinya berlipat lebih banyak dibanding ketika ia bekerja sebagai tukang makanin burung.
- Mampu Menutup Mata
Menutup mata ? Lho kok ? Iya menutup mata. Temanku itu berhasil menutup matanya sehingga ia mampu membeli tanah dan membangun rumah dengan hasil keringatnya sendiri. Wah kaya magic aja yah ? Dengan kemampuan menutup mata, bisa membeli tanah dan membangun rumah ! Hahaa.
Yang saya maksud dengan menutup mata disini adalah berusaha sekuat mungkin untuk tidak membeli sesuatu yang memang tidak atau belum perlu untuk dibeli. Simpanlah dan gunakan pendapatan kita seperlunya. Jujur saya salut dengan teman saya itu. Hidup di Jakarta dengan disuguhi beraneka ragam kesenangan duniawi, ternyata ia tidak begitu saja terbawa arus untuk menikmati berbagai kelezatan itu. Dia mampu menutup matanya, tentu saja dia sadar, dengan gajinya yang tidak seberapa, bagaimana mungkin ia menikmati berbagai kesenangan dan kelezatan itu tanpa batas. Ada hal-hal yang pantas ia nikmati, tapi tidak semuanya ia nikmati.
Inilah yang terkadang belum bisa saya atau barang kali Anda juga belum bisa. Lihat iklan saja, walau sekilas, sudah terbesit keinginan kita untuk membelinya. Hayo
ngaku ?
- Menabung
Yang ini sepertinya tidak perlu dijelaskan panjang lebar. Siapa sih yang
ndak tahu dengan kata menabung ini ? Pastilah semua tahu. Tapi yakinlah, ketika kita tidak “dipaksa” untuk menabung, maka kita pun tidak akan bisa menabung. Ini dialami oleh beberapa teman saya, tentu saja dengan dalih
klisenya, bagaimana mungkin bisa menabung
lha wong kebutuhan saya sangat banyak, sedangkan pendapatan saya sedikit ? Hmmm. Tidak selalu mudah kan ? Inilah mengapa tadi saya bilang kalau menabung itu juga butuh “paksaan.”
Temanku itu termasuk orang yang pandai menabung, walau penghasilannya sedikit. Itulah mengapa ia bisa mempersunting wanita idamannya dan selang beberapa waktu ia bisa membeli tanah dan membangun rumah.
- Kerja keras
Ngeri juga ketika saya mendengar cerita teman saya itu tentang pekerjaannya. Bagaimana tidak, saban hari ia berangkat pagi buta, pulangnya malam. Belum lagi kalau disuruh lembur. Bukan hanya itu, dihari libur sekalipun terkadang ia harus berangkat kerja. Tergantung bos, katanya. Di hari libur sekalipun, jika bosnya, ya pemilik burung itu, nelpon teman saya untuk berangkat, tanpa babibu teman saya langsung berangkat. Saya tanya,
ndak capek ? dia menjawab tentu saja capek, tapi aku nikmati, katanya. Tipikal pekerja keras menurut saya. Sangat beda dengan saya. Sebagai tenaga honorer di salah satu sekolah negeri, saya terbilang cukup santai. Mulai kerja jam 07.00 WIB, selesai jam 14.00 WIB. Lembur pun jarang, paling kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu dekat. Saking banyaknya, maka saya harus lembur sampai malam, bahkan pernah sampai pagi. Hmm, sangat beda dengan sahabat saya tadi kan ?
- Berdo’a
Nah, kalau yang satu ini memang bukan hal yang asing bagi teman saya itu. Sepengetahuan saya, sejak saya mengenalnya sedari SMP dulu, dia memang rajin sholat. Saya pernah memergoki dia membawa sarung ketika SMP dulu. Yupz, tanda kalau dia memang rajin sholat. Bagaimana dengan kita ? sudahkah kita merlantunkan do’a-do’a untuk kesuksesan kita ?
Lima hal di atas mungkin sudah pernah kita dapatkan ketika kita sekolah atau kuliah. Teman saya itu memang hanya lulus SMP dan kemampuan intelijensinya alias IQ nya memang biasa-biasa saja. Tapi lihatlah, dia menjadi pribadi sukses dengan penerapan lima hal di atas. Ini hanyalah penilaian saya. Mungkin ada penilaian lain yang menurut Anda lebih tepat. Yang jelas, kita takkan bisa berubah jika kita sendiri tak punya kemauan dan kemampuan untuk merubah diri kita sendiri.
Salam revolusi !
23 Mei 2013.