Friday, September 26, 2014

JENDELA RUMAH SANG USTADZ

03.30 WIB

Gelap masih membungkus dinginnya pagi. Sementara embun masih bercengkrama dalam pelukan cemara jingga. Semak–semak pun mulai mengibaskan kaki–kakinya yang ranum diantara butiran tanah yang teronggok merekah. Cahaya lampu mulai terlihat dari beberapa rumah mungil yang tersusun rapi. Berderet sepanjang jalan kecil. Rumah–rumah cerah di tengah keangkuhan dunia yang megah.

Syahdan, di salah satu rumah mungil.“ Mas, sudah pagi. Sudah hampir jam 4.” Suara perempuan terdengar merdu dari arah bibir pintu kamar  rumah itu.

Brak !

“Astaghfirullah !”

“Rizki !”

Haaaa.... mamaaa !

Mamaaaaaaaaaa !

“ Ada apa de ?”

“I..ini mas, Rizki jatuh.”

“Apa?”



06.45 WIB

Pagi yang cerah, namun tak secerah wajah lelaki ini. Perkenalkan, namanya Sastro. Sastro Juwono lengkapnya. Badannya kecil dengan otot yang cukup kekar. Kulitnya sawo matang, bahkan cenderung hitam. Rambutnya hitam pekat, lurus namun agak kaku. Dengan potongan rambut ala penyanyi gaek, Koes Hendratmo. Matanya tajam, siap menusuk siapa saja yang berhadapan dengannya. Pertanda bahwa ia adalah lelaki tegas dan pemberani. Di lengan kanannya melingkar sebuah jam tangan. Jam tangan asmer alias asal merk. Jam tangan yang bagi sebagian orang mungkin dianggap nyleneh. Bukan karena jam tanganya, namun karena letaknya yang berada di lengan kanan. Bukankah sebagian besar dari kita lebih sering mengenakan jam tangan di lengan kiri ?

“Pagi pak Sastro. Assalaamu ‘alaikum.”

“ E e e e... Pagi Juga bu Dian. Wa’alaikumussalaam warahmatullah.”

“Ihhh pak Sastro, pagi–pagi kok be te banget kaya gitu ?  lagi ngalamun yah pak ? Jangan ngalamunin orang lain. Ga boleh ! heee.”

Sastro benar–benar gugup kali ini. Ia tak dapat menyembunyikan rasa gugupnya. Walaupun ia berusaha keras untuk menghilangkannya, mimik wajahnya tak bisa membohongi perempuan cantik berjilbab biru yang ada dihadapannya itu.

“Kenapa Pak,  kok kikuk seperti itu ?. Malu ya sama saya?.  Yaa udah tak kasih senyum saja ya pak,b iar bapak tidak kikuk seperti itu. Heee.”

Ah, senyum itu. Lagi–lagi senyum itu. Mengapa selalu senyum itu. Ah, mengapa ? Ahhh  senyum itu ?

Duh Gusti, berikanlah hamba kesabaran dan kekuatan.



13.00 WIB

“Pulang pak ?”

“Iya pak Anto, kebetulan hari ini saya tidak mengawasi anak–anak yang sedang ujian pak. Mau langsung pulang. Tadi pagi Rizki, anak saya terjatuh dari tempat tidur. Dari jam pertama mengajar sampai sekarang saya tidak tenang pak. Teringat Rizki.” “Ohh maaf pak, sekali lagi saya minta maaf. Saya tidak tahu kalau putra bapak jatuh dari tempat tidur. Bagaimana kondisinya ? Tidak apa–apa kan pak ?”

Hmmmmm. Sastro menghelas nafas panjang. Seandainya ada air dingin di depannya, mungkin ia akan buru – buru memuntahkan ke kepalanya yang serasa panas itu.



16.30 WIB

“Bagaimana de keadaan Rizki ? sudah membaik kan de ?”

“Kata bu bidan sih tidak apa – apa mas. Cuman shock saja katanya.”

“Oh, syukurlah. Mas khawatir dengan keadaan....”

Belum selesai merampungkan kalimatnya, tiba–tiba sakunya bergetar. Ada lantunan sholawat badar terdengar dari saku celananya.

“ Ada SMS itu mas, dilihat dong mas, siapa tahu dari pak kyai atau kepala sekolah.”

Buru – buru ia merogoh saku celananya...

“ Dari siapa mas ?”

“Oh, dari provider de, biasa promo. He he he .”

“Oooohh.”

“Ade ke kamar dulu ya mas. Bentar lagi kayaknya Rizki bangun. Tidur dari jam satu tadi.”

“Ohh ya de. Mas mau ke tempat kang Wiro. Mau minta tolong. Mumpung masih sore. Nanti kan malam Jum’at, seperti biasa kang Wiro akan mas mintai pertolongan buat woro–woro pengajian di musholla kita nanti.”

“Ohh ya mas, hampir lupa. Ini tadi ibu memberikan ini untuk acara nanti malam. katanya sih mau buat sodakoh”. “Gini aja de, gunakan saja uang itu untuk membeli snack. terserah ade. Ade kan jagonya nyari hal- hal seperti itu.” Sahut Sastro sambil mencubit pipi isterinya.

‘Iiiihhh apaan si mas. Cepetan sana ke rumahn kang Wiro. Nanti keburu Maghrib.”

“Okey honey, I love you. Mmmuuuachhh”.

“Ihhhh genit !”



Sembari keluar rumah, Sastro mengeluarkan Hand phone nya.

“ Mas, gemana kondisi Rizki ? tidak apa-apa kan?. Mas jangan sedih, semua itu kan cobaan dari Allah. Mas kan sering bertaushiah seperti itu di masjidku. Sabar ya mas !.”

Deg !. Jantung Sastro berdegup kencang. Ia benar–benar lemas kali ini. SMS itu, senyum itu. Ah, kenapa.  Kenapa harus dia ?.  Dia. Dan dia ?.

“Maafkan aku isteriku. Terpaksa aku berbohong padamu. Aku tidak ingin engkau berprasangka buruk kepadaku.” Batin Sastro lirih dalam hati. Ternyata SMS tadi bukan dari provider. Tapi dari perempuan berjilbab biru yang senantiasa memberikan senyumnya hampir setiap pagi di tempat kerjanya. Perempuan yang senantiasa dengan setia memberikan komentar–komentar lucu di setiap postingan facebooknya. Perempuan yang senantiasa menyapa melalui messengernya ketika dia sedang on line. Perempuan yang senantiasa memberikan SMS nya disela kesibukannya memberikan ilmu kepada murid–muridnya.

Wussssssss. Angin sore menghempas jiwa Sastro ke pelataran dewangga. Jauh, mendekap mimpi.



17.30 WIB

Jam dinding menunjukkan pukul setengah enam sore. Ada yang mengganjal dalam benak Sastro. Kali ini bukan mengenai perempuan berjilbab itu. Tapi entah kenapa tiba–tiba ia merasakan kecapekan yang luar biasa. Badannya serasa dihimpit batu, kepalanya pusing, dan rasa kantuk mulai menjajah tubuhnya secara perlahan. Pelan tapi pasti. Mungkin  karena hari ini ia mengajar penuh di sekolah. Sehabis itu, ia mengajar anak–anak di TPA dan membantu Kang Wiro menyebarkan separuh undangan pengajian untuk nanti malam. Ditambah beban berat akibat anaknya yang terjatuh dari ranjang tadi pagi.

Akhirnya ia pun tertidur pulas di ruang tengah. Kebetulan ada dipan kecil yang biasa digunakan untuk bersantai menonton televisi bersama anak dan isterinya.

Sastro benar–benar capek. Ia tertidur lelap dalam dekapan senja yang paling senja. Entah ia bermimpi apa. Yang jelas, raut wajahnya terlihat sumringah, bahagia dalam tidurnya.



18.15 WIB

Gedubrak !

Bruk !!!

Mamaaaaa !

“Masya Allah, siapa yang meletakkan Rizki dibawah kakiku ?. Bagaimana sih kamu ini de, seharusnya ade tahu kalau mas ini sedang capek de. Capek !.Makanya aku tertidur. Malah kamu taruh Rizki tidur dibawah kakiku. Lihat, lihat ini ! Lihat kan akibatnya !”

Isterinya hanya terdiam. Sekilas, terlihat butiran air jernih mengalir di pipinya yang putih. Sementara tangannya mendekap erat si kecil Rizki, si kecil yang baru berusia satu tahun. Si kecil yang baru saja terjatuh karena tersenggol kaki suaminya. Si Kecil yang untuk kedua kalinya harus terlentang di lantai menahan sakit. Oh Gusti.

“Assalaamu ‘alaikum pak, Assalaamu ‘alaikum pak !. Nuwun sewu pak,  jamaah Maghrib dan pengajian rutin sudah menunggu di musholla.... Panjenengan sedang ditenggo di musholla.”



Pettt !

Tiba–tiba saja mati lampu.

“ Bagaimana pak Ustadz, mati lampu ini ???”

Hmm, Ustadz Sastro menghela nafas panjang.







Banyumas, 2012.

























Featured Post

Karakteristik Meeting Room yang Sesuai untuk Meeting

Karakteristik Meeting Room - Menjamurnya bisnis startup mendorong bermunculannya perusahaan pelayanan coworking space dan private space. Be...