Tuesday, April 7, 2015

Oh, My Book.......

Pemirsa yang budiman, ceileh, kayak penyiar TVRI jaman 80- an saja nich. Pakai pemirsa yang budiman segala. :)

Membuat buku adalah cita-citaku dari dulu. Sejak SMP saya sudah pengen punya buku sendiri. Ya minimal buku kumpulan puisi lah. Lha wong waktu SMP aku sudah berhasil membuat puisi satu buku tulis. Sayang sudah dituker bawang merah sama bawang putih oleh orang tua saya. Eh dulu sudah pernah aku ceritakan disini kan? Hayo, coba dech oprek-oprek lagi blogku ini. Hehehe.

Namun sampai saat ini, buku yang aku idam-idamkan tersebut tak kunjung jadi juga. Entahlah, padahal kalau dihitung-hitung sudah ada lebih dari tiga bahan untuk penulisan buku saya.

Bukan hanya bahan, bahkan sudah ada tulisan yang sebenarnya sudah siap terbit. Sayang, kendala dana dan beberapa kendala lainnya yang tak bisa aku ceritakan disini menjadikan bukuku belum terbit juga sampai sekarang. Huhuhu....

Akhirnya, berdasarkan ide dan analisis sendiri, aku memutuskan untuk menulis buku yang berhubungan dengan motivasi. Dengan gaya slengekan, tulisan tersebut sampai sekarang sudah sampai di halaman 79. Tapi apa yang terjadi pemirsa yang budiman? Tiba-tiba saja ada beberapa hal yang menyebabkan aku terhenti di halaman 79 tersebut. Nah lho, kok bisa?

Ya begitulah. Mungkin aku masih ababil, alias ABG labil, sehingga seolah-olah jiwaku masih ndak jelas kesana-kesini. Padahal ide sudah mulai berjalan dan dituliskan.

Baiklah pemirsa yang budiman, aku cantumkan saja kegalauanku ini lewat blog. Ya daripada lewat WC rumahmu, kan mending lewat blogku yang wangi ini. #kabuurrrr!

Beberapa kegalauan yang membuatku untuk sementara berhenti itu diantaranya adalah seperti ini :

*oh ya, alasan-alasan ini pernah aku muat dalam bentuk komentar di blog enjeklopedia :)

  • Jangan-jangan buku itu nanti tak laku. Sudah keluar biaya banyak, eh malah tak laku. Ya memang sih ada yang bilang bahwa menulis itu bukanlah semata-mata untuk dikomersilkan saja. Ada nilai intelektual dan histori tersendiri bagi si penulis. Ya mungkin itu benar. Tapi bukankah sebagai manusia yang masih mempunyai kebutuhan, khususnya kebutuhan rumah tangga, maka penghasilan masih menjadi pertimbangan. Saya jadi ingat, dulu saya pernah membaca sebuah cerita tentang Pak Dahlan Iskan. Bagi Beliau, koran yang baik itu adalah koran yang berisi berita yang bagus serta berita yang "menjual". Percuma saja  beritanya bagus, tetapi korannya tak bisa laku dijual. Bukankah wartawan dan segenap orang yang bergelut didunia persuratkabaran tesebut harus makan? :)

  • Jangan-jangan tulisan saya bepengaruh negatif pada pembacanya. Jujur saja, walaupun tulisan tersebut berhubungan dengan motivasi, tapi saya khawatir kalau nanti malah justru melemahkan jiwa-jiwa pembacanya. Kok bisa? Ya entahlah. Namanya juga kegalauan.

  • Masih mikir pemasarannya. Sudah jadi tapi tak bisa menjual, ya apalah gunanya. Kata Mastah Dewa Eka Prayoga, no closing, nothing. Nah lho :) Percuma sudah punya buku, tapi masih pusing memikirkan cara pemasarannya.

Pengen kasih tahu lagi yang lainnya, tapi mbak Agnes Mo nyamperin saya untuk latihan menjadi penari latar di acara konsernya. Mbuehehehe.........

Sontoloyo kau ini coy!

DEMONSTRASI BEBEK

Sebelum tulisan ini saya selesaikan, izinkanlah saya untuk sejenak menyeruput teh manis bikinan tangan manis dari lelaki manis yang tak suka bermanis-manis kata saja, tapi bermanis perbuatan. Itu aku!  ;)

Ceritanya tadi habis blogwalking, ups, aku terdampar pada sebuah blog yang biasa aku gunakan ketika akan mencari ataupun membeli sepeda motor. Itu lho, blognya kang Iwan Banaran :)

Kali ini yang menarik adalah judul postingannya yang berhubungan dengan harga bensin yang konon bisa saja sampai tembus di angka 30 ribuan perliternya. Edan kiyeh tah!

Kalau benar-benar terjadi, saya ndak tahu apa yang akan terjadi sama bebek-bebek dan ayam-ayam di belakang rumah saya. Lah, kok ngomongin bebek sama ayam segala? Kalau mau ngomongin dunia binatang di blog ini, jangan diskriminasi dong. Kan masih ada binatang yang lain, buaya darat contohnya. Huh, itu sih kamu! Mbuehehehe....

Ya soalnya, kalau harga BBM nyentuh ke angka tersebut, nantinya saya sekeluarga juga akan membeli beras sedikit. Ya namanya juga pengaturan ekonomi keluarga. Nah, kalau saya beli beras sedikit, ayam dan bebek yang biasanya kalau pagi-pagi saya kasih makanan berupa sisa-sisa nasi  dari rumahku aku khawatirkan tidak mendapat jatah lagi. Nah lho, kasihan kan bro?

Namun pada hakekatnya bukan itu yang aku khawatirkan. Yang lebih dikhawatirkan adalah mereka, para bebek dan ayam mengadakan demonstrasi besar-besaran di rumahku karena tidak kebagian nasi. Pastilah spanduk, poster, dan kata-kata penuh cacian akan mampir ke rumah dan telingaku ini.

Kalau sudah begitu, apa yang harus aku lakukan saudara-saudara?

Marah?

Benci?

Diam?

Lemparin sepatu ke mereka?

Atau apa?

Hmmm... Bingung juga saya. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah makhluk yang berhak untuk mendapat "kepantasan" hidup dan penghidupan.

Kasihan..............

Nb. Tulisan ini asli bikinan mas Darsono untuk di tulis di pojok darsono. Jika ada yang tersenyum, mohon berkenan kirimkan bunga depositonya.... Hahahahahaaa......................

#megangCelana

Sunday, April 5, 2015

Belajar Bersyukur Kembali

Suatu hari, gurunda yang mulia berkata kepada saya :

"No, (Panggilan akrab guru saya ke saya. Namaku kan Darsono. Hehehe) sing jenengane menungsa kuwe nduwe sipat ora puas karo apa sing wis deparingna sekang Pengeran. Ora kabehan sih. Enggane dewei gunung emas sekalipun, menungsa tetep bakalan ora puas."

Wah bahasa mana tuh mas? Bahasa Banyumas tuh bos. Hehehe.

Jika saya terjemahkan maka artinya kurang lebih begini, "No, yang namanya manusia itu memiliki sifat atau tabiat kurang puas terhadap segala sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan. Tidak semuanya sih. Andaikata ia diberi gunung emas sekalipun, yang namanya manusia tetaplah tidak akan puas."

Kembali saya teringat nasihat yang mulia dari guru saya tersebut. Lantas, kenapa tiba-tiba saya teringat untaian kalimat itu kembali?

Kebetulan saja dalam hari-hari terakhir di minggu ini ada sedikit perubahan situasi hati pada diri saya. Ceileh, situasi hati. Korban vickinisasi mah ini. Halah!

Ada dua suasana hati yang saling berhadapan di hari-hari terakhir minggu ini. Pertama suasana hati yang bahagia. Sedangkan yang kedua adalah suasana hati yang... ehemmm, rada kecewa ;)

Bahagia karena gaji saya ditempat kerja saya akhirnya naik. Duh bahagianya. Bayangkan saja, sudah lima tahun lebih gaji saya baru naik. Memang sih masih jauh dari UMR, tapi setidaknya instansi dimana tempat saya bekerja tersebut sudah berkenan menaikkan gaji tenaga wiyata bhakti seperti saya dan beberapa rekan lainnya. Dan yang luar biasa hebatnya adalah, kenaikan gaji tersebut dirapatkan bersama. Lho, itu kan sudah biasa mas? Mungkin diperusahaan-perusahaan swasta itu sudah biasa, namun di instansi sekolah, baru kali ini saya mengalaminya.

Biasanya kenaikan gaji tersebut hanya dibicarakan oleh beberapa pihak yang berwenang yang sudah ditunjuk oleh sekolah, namun kali ini benar-benar berbeda. Kenapa? Ya itu tadi, seluruh tenaga wiyata bhakti dikumpulkan untuk dengar pendapat perihal kenaikan gaji yang dihitung per Januari tahun ini.

Lalu kenapa harus ada suasana hati yang rada kecewa? Nah kita lanjutkan.

Kembali ke cerita, rapat tersebut berjalan dengan penuh canda. Eh, serius ini lho :)  Tapi ya namanya juga rapat, walaupun penuh canda, ada saja hal-hal "seru" yang terjadi di rapat itu. Memang sih tidak sempat lempar-lemparan kursi, apalagi nyembunyiin palunya sang ketua rapat. Hahaha. Tapi itu adalah suatu hal yang wajar dan biasa tentunya.

Singkat cerita, selesailah rapat itu dan diputuskanlah berapa-berapa kenaikan gaji untuk masing-masing pegawai. Dan namanya juga kebijakan, mana ada sih kebijakan yang sempurna, apalagi kebijakan tersebut menyangkut banyak orang. Pasti ada yang ngedumel, kecewa, senang, bahagia dan sebagainya.

Dan sekali lagi itu wajar. Bagi yang merasa sudah cukup kenaikannya, kemungkinan mereka akan bahagia. Sedangkan sebaliknya, jika ada yang merasa kurang, pasti dech dongkol adanya. Hehehe.

Lantas dimanakah posisi saya? Dongkol alias kecewa, atau justeru termasuk golongan yang berbahagia?

Karena suasana hati yang saya tulis diblog ini ada dua, yaitu bahagia dan kecewa, bahagia karena naik gajinya, lantas kecewanya dimana?

Ya kecewanya karena saya ingin agar gaji saya di atas 5 juta. Diberi tambahan penghasilan sebanyak 7 juta, diberikan fasilitas tambahan berupa kuda betina, serta mendapatkan batu akik yang harganya ratusan ribu dollar saja. Itu yang bikin saya kecewa! Hahahahaha......... Kuampret lu coy!

Ya begitulah manusia, selalu merasa kurang apa adanya. Maka bersyukur adalah kuncinya. Dan sepertinya saya harus belajar kembali tentang makna syukur yang sesungguhnya.

Nb. Tulisan ini dibuat dengan sesadar sadarnya dan masih hafal sama PANCASILA. So, enjoy aja ;)



Saturday, April 4, 2015

Upz, ternyata tukang parkir ini orang kaya

Kejadian ini terjadi kurang lebih setahun yang lalu ketika saya sama sekali tidak memiliki sepeda motor.

Lah kok bisa ndak punya motor mas? Suatu saat akan aku ceritakan selengkapnya di blog ini. Mudah-mudahan diberikan kemudahan dan kesempatan untuk menceritakannya. Hehehe.

Kembali ke laptop!

Sore itu, seperti biasa saya pulang menggunakan bus antar kota dalam provinsi. Jarak rumah yang lumayan jauh dari tempat kerja mengharuskan aku menggunakan bus sebagai sarana transportasi.

Apakah hanya bus? Tentu saja tidak. Lah wong rumahku termasuk kampung. So, sebelum menggunakan bus, terlebih dahulu saya menggunakan angkutan pedesaan sebagai shuttle nya. Wuih, keren amat bahasanya. Sok Enggris lo! Mbuehehehe.

Nah, pada kepulanganku saat itu, setelah turun dari bus saya menunggu angkutan pedesaan yang menuju ke kampung saya.

Seperti biasa, aku harus menunggu lama. Biasanya sih setengah sampai satu jam aku menunggu angkutan tersebut datang. Disaat menunggu seperti itu, tentu saja hal yang sangat mengasyikkan bagiku adalah berbincang-bincang dengan orang-orang yang sama-sama sedang menunggu angkutan yang sama. Wah, kampungan amat mas, kan lebih asyik disambi main fesbuk atau twitter mas? Hehehe.

Ah, saya lebih suka ngobrol dengan sesama penumpang dibanding browsing-browsing. Ya, asyik saja. Apalagi kalau yang diajak ngobrol adalah cewek cantik. Wuah, modus!

Ya ndak seperti itulah coy. Jujur sebagai generasi yang pernah dibesarkan di zaman Habibie dan Gus Dur, saya merindukan sesuatu yang bernama "percakapan langsung". Biasanya mereka adalah pedagang. Jarang yang berprofesi seperti saya. Ya maklumlah, mana ada pegawai kantoran seperti saya disaat seperti ini pada ndak punya sepeda motor. Iya nggak sih? Hahahaha.

Ada keasyikan tersendiri ketika berbincang dengan mereka. Nah, di sore itu saya berincang-bincang dengan tukang parkir. Tak seperti biasanya. Namun itulah yang terjadi.

Pada mulanya saya dikira pegawai LP. Mungkin karena waktu itu aku memakai baju keki. Setelah tahu pekerjaanku yang sebenarnya, kamipun dengan santai bercakap-cakap perihal keluarga pak tukang parkir ini.

Wah, ternyata pak tukang parkir ini minggu depan anaknya mau diwisuda. Hebat, batin saya. Tukang parkir seperti Beliau ternyata memiliki puteri yang cerdas (kuliah di PTN ternama) dan mau wisuda lagi. Kata Beliau sih cumlaude.

Lalu bagaimana bisa tukang parkir seperti Beliau mampu menguliahkan puterinya hingga selesai? Usul punya usul, ternyata Beliau memiliki kebun sawit di Sumatera.

Hmmm.... Pengen lagi saya ceritakan lebih detail. Namun malam ini saya harus kumpulan RT di rumah tetangga sana :)

Dan ilmu yang saya dapatkan dari penggalan kisah ini bahwasanya kita tidak bisa menilai seseorang dari "bajunya" saja. Bagaimana menurut Anda?

:)

Tuesday, March 31, 2015

Cuman Ngomong Dibayar? Enak Betul Ya?

motivasi

Suatu hari ada seorang teman yang nyeletuk seperti ini, "Wah enak ya pekerjaan dari para pembicara yang ngakunya motivator itu. Bayangkan saja, cuman ngomong kek gitu saja dibayar sampai jutaan rupiah. Enak betul!"

Deg!

Agak terkesiap juga mendengar perkataan sahabatku itu. Bagaimana tidak terkesiap lah wong dia ngomongnya di depanku. Kesinggung boy? Ya ndak juga. Kebetulan saja dia tidak tahu kalau aku juga biasa ngomong-ngomong ndak jelas seperti itu di depan para manusia yang kebetulan saya juga kurang begitu mengenal mereka, lantas mendapatkan sedikit ongkos pengganti tenggorokan. Mbuehehe....

Cuman ngomong dibayar? Enak betul ya?

waduh!

Memang sih kerjaannya para motivator ya ngomong di depan manusia. Habis bagaimana lagi, kalau ngomong di depan monyet kan gak lucu. Iya to?

Tapi tolong dicatat yah ini, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk "ngomong" didepan khalayak banyak. Kalau sekedar ngucapin salam, beo saja juga bisa. Dan yang terkadang sering dilupakan oleh orang seperti sahabat saya itu adalah sesuatu yang bernama ilmu. Bukankah para pembicara itu ketika menyampaikan materi tidak asal njeplak atau ngomong begitu saja? Materi yang disampaikan adalah ilmu. Disamping tidak semua orang memiliki ilmu tersebut, bukankah dalam pencarian ilmu tersebut si pembicara harus melakukan sesuatu yang bernama tirakat?

Apa itu tirakat? Tirakat berasal dari bahasa Arab, tarokat (bukan tarekat lho) yang secara bahasa berarti mengurangi. Memangnya apa yang dikurangi oleh para motivator untuk mencari sumber ilmu yang menjadi bahan omongannya di depan manusia yang menjadi obyek motivasinya?

Ya banyaklah! Tapi secara lebih cepat, tepat dan akurat, maka jawabannya adalah tenaga, pikiran,waktu, dan juga harta.

Para motivator itu telah melakukan tirakat atau pengurangan berupa tenaga,pikiran,waktu dan harta.

Kok pengurangan? Lah iya lah. Bukankah ketika kita menimba ilmu di sekolah, contohnya Sekolah Dasar saja alias SD, tenaga, pikiran dan waktu untuk bermain dikurangi guna kegiatan belajar? Plus untuk membayar keperluan sekolah, termasuk mungkin kebutuhan transportasinya. Bukankah itu menyebabkan harta kita bekurang?

Nah, jika para motivator itu dibayar (entah mahal atau tidak), maka itu merupakan hasil jerih payah mereka dalam mencari ilmu.

Cobalah sekali-kali mengambil kesimpulan dari sudut pandang yang berbeda.

Selamat pagi semuanya............

Salam sukses!

Saturday, March 28, 2015

Tips Menghadapi Bisnis yang Bangkrut

Selamat pagi dan selalu pagi saya sampaikan pada sukses preneur yang masih berkenan membaca postingan di blog saya yang kebetulan masih berhubungan dengan webminar malam ini :)

Pada suatu ketika, salah satu sahabat saya bercerita tentang dirinya yang diundang guna mengisi materi seminar di salah satu kota besar di negeri ini. Katanya, ada beberapa orang yang juga merupakan penyelenggara seminar yang nyeletuk seperti ini. "Kok ngundang dia. Emangnya dia siapa? Apakah dia pakarnya kok diundang seperti ini?"

Ha ha ha...

Ternyata nyinyir juga sahabat saya mendengar celetukan seperti itu. Dia memang mengakui kalau dia ndak begitu terkenal di dunia maya, apalagi di dunia Luna, eh nyata maksud saya. Mana mungkin bisa diundang kalau tak dikenal di dunia seperti itu. Ha ha ha.

Mungkin itu juga sebagai bahan instrospeksi buat saya. Jika belum dikenal di dunia maya dan nyata, mana mungkin diundang sebagai pengisi seminar yang konon seminarnya keren dan dahsyat. Mbuehehehe..... Oleh karena itu, mungkin saya juga harus rajin-rajin mengorbitkan diri sebagai "tukang nggombal" di dunia perseminaran... Wkwkwwkwkwkwk......

Baiklah, kita lupakan saja soal tenar-tenaran yang kadang bisa bikin sakit panu, kadas, kudis kurap, jamur de...... es .....be...........

Kali ini kita akan sama-sama belajar menghadapi situasi yang bisa dikatakan sangat menyakitkan bagi seorang entrepreneur. Apa itu? Bangkrut!

Eits, tapi sebentar dulu.... Kenapa saya mengatakan sama-sama belajar? Apakah saya kurang percaya diri untuk menyampaikan webminar kali ini? Hayooo ngaku mas Dacho!  :)

Saya mengatakan sama-sama belajar, karena ilmu itu luas. Bagi saya, tidak ada orang yang "paling" di dunia ini. Karena yang "paling" di dunia ini adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Perkasa. Disamping itu, bisa saja ada sesuatu yang saya ketahui namun tidak sobat ketahui. Dan sebaliknya, bisa jadi sobat mengetahui sesuatu yang tidak saya ketahui. So, sama-sama belajar adalah sesuatu yang sangat memungkinkan di malam ini :)

Kembali ke masalah bangkrut. Saya yakin dengan sepantas-pantasnya bahwasanya setiap orang terutama para preneur muda seperti sobat semua, tidak ingin mengalami kebangkrutan. Tapi saya ingatkan, sebagaimana yang pernah disampaikan dulu, bahwasanya bangkrut adalah salah satu resiko yang harus siap dihadapi oleh para entrepreneur. Dan sebagai preneur-preneur muda, kita harus mempunyai seni tersendiri guna menghadapi masalah kebangkrutan ini.

Alhamdulillah saya pernah mengalami masalah bangkrut ini. Saat itu, perusahaan komanditer yang saya dirikan bersama empat orang teman saya mengalami kebangkrutan di tahun 2001. Perusahaan yang bergerak di bidang jual beli dan service komputer tersebut harus saya relakan "hilang" dari peredaran dunia bisnis di Purwokerto.

Bingung, marah dan stress bercampur menjadi satu. Ya sama lah seperti dari Sabang ke Merauke. Berjajar pulau-pulau. Kalu saya ya berjajar perasaan galaunya waktu itu. Ha ha ha.

Bagaimana tidak bingung, marah, dan stress lah wong duit yang saya gunakan untuk mendirikan usaha itu adalah dui hasil ngutang ke bank dicampur duit yang rencananya mau digunakan untuk mengambil kuliah S1.

Modiar...................!

Wuih sadis nian bahasanya :P

Eh ngomong-ngomong apa yang menyebabkan perusahaan sampeyan bangkrut mas Dacho?

Ya, susah sih ngejelasinnya disini, soalnya berhubungan dengan harkat dan martabat sesama manusia. Namun demi sobat preneur semua, akan saya sampaikan mengapa usaha tersebut bangkrut. Tentu saja dengan cara-cara yang romantis. Ya seperti biasalah, gombal is the best. Mbuehehehe.

Setelah melalui perenungan dan penayangan ulang, maka secara garis besar penyebab kebangkrutan usaha saya dan teman-teman waktu itu adalah sebagai berikut :

Pertama, Terlalu banyak orang dalam usaha tersebut. Mungkin bagi beberapa orang hal tersebut tidak menjadi masalah. Namun untuk usaha dalam skala yang tidak begitu besar (kebetulan skala usaha saya waktu itu, menurut saya, tergolong kecil), idealnya kita tidak perlu mencari pemodal lebih dari tiga orang. Bila perlu cuma dua orang. Bahkan kalau mempunyai modal banyak, sebaiknya bangun usaha sendiri saja dulu. Berdasarkan pengalaman saya, jika ada rekan yang sifatnya sama-sama keras dan merasa mempunyai kelebihan dibanding yang lain, maka itu akan menjadi awal bencana untuk usaha kita. Kenapa? Karena akan terlalu banyak perdebatan didalamnya. Percuma bro dan sis sem Harusnya udah closing, malah masih pusing menentukan target konsumen dan masalah lainnya yang tidak begitu penting. Oh ya, syukur-syukur kita joint sama saudara sendiri saja. Kan sudah hafal watak masing-masing. Yang penting berkarakter entreprenuer :)

Kedua, Adanya faktor ketidakpercayaan pada komanditer/pemodal. Yang ini ndak perlu saya jelaskan lebih lanjut. Saya pikir sobat preneur semua sudah sangat paham :)

Ketiga, Kurang keterbukaan tentang masalah keuangan. Ah, yang ini saya rasa juga sudah sangat jelas. Intinya, keterbukaan soal manajemen keuangan harus diutamakan. Tidak boleh main asal-asalan atau gampangan. Walaupun teman sendiri, tapi harus diterangkan sedetil mungkin perihal kondisi keuangan yang ada.

Keempat, Faktor sumber daya manusia yang kurang sesuai dengan bidangnya. Artinya, jika kita menyerahkan sesuatu kepada yang tidak memiliki ilmunya dan tidak berpengalaman, maka itu akan menjadi ancaman kebangkrutan untuk perusahaan kita. Tempatkan jabatan seseorang sesuai dengan kadar ilmu dan kemampuannya. Jangan asal tunjuk ketika melakukan tugas manajerial perusahaan.

Yang terakhir tidak saya bicarakan mendetil disini. Saya kasih klu saja, lagunya The Changcuter yang berhubungan dengan racun dunia :)

Nah, dengan mengetahui beberapa sebab kebangkrutan, yang dalam hal ini saya memberikan contoh kejadian pada usaha milik saya sendiri, maka diharapkan sedini mungkin untuk sobat preneur guna mengantisipasi masalah bangkrut ini. Saya yakin pada masing-masing usaha yang pernah bangkrut pemicu kebangkrutan tersebut bisa bermacam-macam. Apa yang terjadi pada usaha milik saya, belum tentu sama dengan yang dimiliki orang lain. Tapi intinya ya satu itu, bangkrut!

Nah, jika usaha kita bangkrut, maka yang bisa kita lakukan diantaranya adalah :

Pertama, tenangkan diri terlebih dahulu. Jangan sampai ketika kita bangkrut, justru kita diombang-ambingkan oleh perasaan yang tidak jelas atawa galau. Justru ketenanganlah yang harus kita lakukan. Dengan ketenangan tersebut, maka keputusan yang akan kita ambilpun merupakan keputusan yang tidak asal comot ide saja. Tapi merupakan hasil pemikiran yang mendalam. Jangan takut dan ragu untuk datang ke psikiater, guru spiritual, ataupun kepada keluarga dan sahabat kita. Sampaikan keluh kesah dan mintalah pendapat dan do'a kepada mereka agar kita mendapatkan solusi yang terbaik.

Kedua, cobalah inventarisir kekayaan yang ada pada usaha kita. Mungkin ada meja, kursi atau apapun itu yang tidak masuk dalam penghitungan kebangkrutan usaha kita. Maksudnya seperti ini, barang-barang tersebut adalah barang-barang yang tidak ikut dalam jaminan hutang dan merupakan aset pribadi kita. Pada kasus di usaha saya, masih ada beberapa komputer yang bisa diambil dan dibagi untuk beberapa komanditer. Setelah menginvetarisir aset, maka langkah selanjutnya adalah menggunakan ataupun menjual aset tersebut. Tentu saja dalam rangka mengurangi beban bangkrut usaha kita. Syukur-syukur aset tersebut bisa digunakan lagi untuk kembali bangkit berwirausaha. Ingat, tak ada yang instan di dunia ini kecuali makanan instant! Itupun berbahaya untuk kesehatan manusia :)

So, cobalah untuk kembali merangkak bangkit!

Ketiga, Jika kita benar-benar sudah tak memiliki apapun ditempat usaha kita, maka hal yang harus dilakukan adalah jadilah pribadi yang kuat. Jangan mengeluh! Namun jika permasalahannya adalah berhubungan dengan hutang, maka yang harus kita lakukan adalah melobi kembali si pemberi hutang agar kita mendapatkan keringanan pembayaran/pelunasan.

Pada beberapa kasus, ada kok pihak bank yang bersedia memberikan toleransi kepada orang/perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Tidak saya sebut nama banknya, mereka bersedia menerima setoran berapapun asalkan setiap bulan kita setor/mencicil hutang kita. Tipsnya adalah, lobi mereka dengan kerendahan hati berupa permintaan maaf dan keterangan mengenai perusahaan kita yang bangkrut dan buatlah kesepakatan pada bulan/tahun keberapa kita bisa melunasi hutang tersebut.

Keempat, Let's move on. Bisa menjadi karyawan, part timer, dropshipper, reseller, atau apapun itu yang menghasilkan fulus alias duit. Ketika dulu saya bangkrut, komputer yang menjadi aset pada usaha saya, saya jual. Saya berdagang keliling menjual minyak wangi, lipstik, sabun dan jamu tradisonal. Jujur saja, awalnya saya malu. Tapi setelah mendapatkan suntikan motivasi yang berasal dari diri sendiri, sahabat, dan keluarga maka saya lakukan itu dengan enjoy saja :) Kerja, kerja, kerja.... Bergerak jangan diam saja!

Kelima, Memakai jurusnya Ustadz Yusuf Mansyur. Sholat lima waktu berjamaah disertai sunah-sunahnya, puasa, dhuha, tahajjud, shodaqoh, infak selama empat puluh hari berturut-turut. Jangan lupa juga doa'nya sesuai dengan tuntunan nabi. Bisa sobat baca beberapa buku karya Beliau yang berhubungan dengan mukjizat-mukjizat rezeki.

Semoga tips dan ide-ide menghadapi kebangkrutan tersebut bisa bermanfaat untuk sobat preneuer semua.

Saya ingatkan ini, no closing, nothing. 

Thanks to Mastah Dewa Eka Prayoga atas inspirasinya :)















Tuesday, March 24, 2015

SPIRIT OF THE SOCCER



Pada suatu malam, tepatnya di tahun 2001, dua anak muda kampung (tapi tidak kampungan, he he) membawa map yang berisi beberapa lembar kertas yang dijilid rapi. Rapi sekali, serapi rambut mereka yang tersisir rapi. Mlitihis kaya Harmoko, begitu kata para orang tua dikampungku dulu untuk menyatakan orang yang rambutnya tertata rapi, hitam, dan mengkilat penuh minyak wangi. Hihi. Maklumlah, di zaman orde baru, Pak Harmoko yang waktu itu menjabat sebagai menteri penerangan di negeri ini adalah wajah yang hampir setiap minggu, bahkan hari, muncul di televisi. Salah satu yang khas dari Beliau adalah rambutnya yang “mengkilat” dan rapi. Makanya orang-orang di kampungku kalau melihat seseorang yang berdandan rapi dengan rambut yang mlithis (mengkilat), diumpamakan seperti pak Harmoko. Kembali ke tangtop, eh laptop. Dengan penuh percaya diri dua pemuda tadi menemui salah satu ketua RT yang cukup ternama di kampungnya. Begitu sampai di rumah pak RT, mereka langsung ditemui oleh pak RT tersebut.



Nuwun sewu pak mengganggu. Sebelumnya kami minta maaf mengganggu istirahat Bapak.” Salah satu pemuda itu mulai membuka percakapan. “Ora papa (tidak apa-apa) mas, saya tidak merasa terganggu kok dengan hadirnya panjenengan-panjenengan di gubuk saya. Sepertinya ada yang penting nih, ada yang bisa saya bantu?”

“ Begini pak, kami atas nama perwakilan pemuda dari  dua grumbul, yaitu grumbul Guguran dan Depok bermaksud mengajukan proposal dan pemberitahuan tentang pembentukan tim sepakbola. Adapun proposalnya berisi tentang permohonan bantuan kepada masyarakat dan pihak desa yang nantinya digunakan untuk membeli bola dan costum sepakbola pak. Mohon izin dan do’a restu dari Bapak.”  Sejenak pak RT tersenyum. Sambil menggaruk-garuk kepalanya, dia bertanya kepada dua pemuda tadi. “Apa sudah siap untuk membuat tim sepakbola?, dananya besar lho mas. Bukan hanya itu saja, apa anggotanya juga sudah siap?, saya tahulah kemampuan pemuda-pemuda daerah sini. Kalau sekiranya tidak memalukan, ya silakan dibuat”. Deg... Pernyataan sekaligus pertanyaan yang tidak disangka-sangka. Ya, tidak disangka-sangka. Dari tanggapan yang berupa senyuman dan garukan-garukan kepala saja, dua pemuda tadi sudah mulai membaca mau ke arah mana pembicaraan ketua RT itu. Apalagi pernyataan yang terakhir, “Saya tahulah kemampuan pemuda-pemuda daerah sini. Kalau sekiranya tidak memalukan, ya silakan dibuat”

Anda tahu bagaimana akhir dari permohonan proposal tersebut? disetujui, ya disetujui. Dan akhirnya terbentuklah tim sepak bola yang digagas oleh para pemuda-pemuda kampung itu. Dan asal tahu saja, satu dari pemuda tadi adalah saya. Hehe.

Jujur saja, sebagai anak muda yang sedang semangat-semangatnya untuk berekspresi, saya dan teman saya sangat kecewa jika mengingat pernyataan yang dilontarkan oleh ketua RT tadi. Mungkin kami berburuk sangka, tapi apakah Ketua RT itu tidak merasa bahwa pernyataan itu (“Saya tahulah kemampuan pemuda-pemuda daerah sini. Kalau sekiranya tidak memalukan, ya silakan dibuat”), seolah menjustifikasi bahwa anak-anak muda, yang justru berada di sekitar wilayahnya adalah anak-anak muda yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa di bidang sepakbola. Ah, sekali lagi mungkin itu buruk sangka. Kejadian pada malam itu kami ceritakan kepada teman-teman yang lain, mereka juga merasakan hal yang sama. Bahkan ada yang nyeletuk, “Bukannya bangga dan diberi semangat, malah ngece”. Kejadian itu menjadi pembicaraan hangat, sampai menjelang kompetisi sepakbola di kampungku. Oh ya, walaupun kampung, tapi setiap memperingati HUT kemerdekaan Negara ini, selalu diadakan kompetisi sepakbola. Pesertanya adalah klub-klub sepakbola yang ada di kampung ini. Waktu itu ada enam klub, dikelola secara mandiri oleh masing-masing klub. Dan sepengetahuanku, kampungku ini memang cukup menonjol dalam prestasi sepakbola. Dari tahun 1970-an sampai sekarang, klub sepakbola di kampungku termasuk tim yang disegani.

Lantas apakah semangat kami menurun? justru tidak, Kita lihat saja nanti! Begitu kalimat yang terucap dariku dan juga teman-teman yang lain.

Kompetisipun siap dimulai. Seperti biasa ada technical meeting yang diadakan di Balai desa. “Wah, klub baru nih. Kata beberapa panitia dan perwakilan anggota klub sepakbola yang lain. “Selamat datang”. Begitu ucap salah satu dari mereka. Biasalah manusia, sebagai orang baru mungkin kami dianggap sepele, ada yang tersenyum simpul akan kehadiran klub kami. Sekali lagi mungkin kami berpikir negatif terhadap mereka, tapi ya kami cukup paham betul karakter-karakter mereka. Silakan saja kalian mau berkata apa, kita lihat saja nanti. Akan kami tunjukkan siapa kami sebenarnya. Begitu gumamku dalam batin.

Pertandingan melawan juara bertahan tak terelakan, bahkan di hari pertama. Ya, pertandingan pertama di kompetisi resmi kali ini adalah melawan sang juara bertahan. Malam sebelum bertanding, kami berembug untuk mempersiapkan strategi melawan mereka. Maklumlah berembug, soalnya tidak ada pelatih. Hehehe. Berbekal pengalaman kami sebagai “penonton” liga Italia dan Inggris, terciptalah pola permainan 4-4-2. Wuih, taktik dan strategi dipersiapkan. Dengan gaya Sir Alex Ferguson, masing-masing pemain mendiskripsikan sendiri tentang apa yang akan dilakukannya pada pertandingan esok hari. Seru sekali cara perbincangan strateginya. Sampai-sampai yang punya rumah mencak-mencak karena berempugnya sampai jam setengah dua belas malam. Waduh....

Hasil pertandingan pertama, kalah! ya kami kalah. Pertandingan berikutnya draw satu kali dan menang tiga kali. Hasil akhir kompetisi, kami juara tiga. Hehehe. Kami bangga, setidaknya sebagai pendatang baru kami tidak mengecewakan. Tidak tahu bagi pak RT. Hahaha. Tapi dendam belum berakhir! Begitu kira-kira pesan kami di dalam hati. Apalagi mengingat kata-kata Pak RT tadi, dan lebih-lebih ada salah satu pemain kami yang diludahi oleh salah satu anggota tim lawan. Sialan! Geramku. Di tahun besok, akan kami kalahkan mereka.

Setelah selesai kompetisi, kami mulai membenahi klub kami. Hampir disetiap akhir pekan, biasanya Sabtu atau Minggu, kami bertanding melawan klub-klub yang sudah punya nama. Sengaja kami lakukan itu, karena dengan melawan mereka yang secara teknik dan taktik lebih bagus dari kami, secara tidak sadar kita sedang dilatih oleh mereka. Beruntung mereka bersedia. Bahkan ada salah satu klub kenamaan yang memberi acungan jempol kepada kami. Menurut mereka, teknik kami masih jauh di bawah standar, tapi daya juang dan semangat kami membuat mereka tidak mudah untuk mengalahkan kami.

Pada tahun kompetisi berikutnya, tepatnya 2002, kami menjadi runner up alias juara kedua. Dan tahun berikutnya, 2003 kami berhasil menjuarai kompetisi sepakbola tersebut. Bangga dan sedih bercampur menjadi satu. Tahun tersebut adalah tahun pembuktian dari kami. Tahun dimana kami, anak-anak muda yang tadinya dipandang sebelah mata, hanya dalam tempo tiga tahun, berhasil menjuarai kompetisi yang bergengsi tersebut. Bukan hanya di sepakbola, pada tahun itu, di kegiatan lomba yang lain, lomba yang diadakan di tingkat desa, organisasi kami juga menjadi juara satu pada cabang bola voli dan sepak takraw, bahkan juara harapan dua pada lomba teater di tingkat kecamatan. Ucapan selamat berhamburan dari warga di grumbul kami. Terlihat wajah-wajah kegembiraan dan juga keharuan terpancar dari mereka. Anak-anak mereka, cucu-cucu mereka, keponakan-keponakan mereka, adik-adik mereka, kakak-kakak mereka menunjukkan, bahwa apapun bisa terjadi. Selagi masih ada impian, semangat, daya juang, dan kerja cerdas, maka apapun bisa terjadi. Inilah salah satu pelajaran indah dalam hidupku dan mungkin juga untuk teman-temanku yang lain. Hehehe.

Yakinlah bahwa kita mampu meraih apa yang kita inginkan. Kegagalan bukan untuk diratapi dan disesali, apalagi jika sampai jatuh pada titik kekalahan. Kegagalan adalah ibarat tangga pertama dari tangga kesuksesan yang ada pada tangga setelahnya. Jangan takut meraih impian, karena dengan impian, maka masa depan cerah menjadi milik kita. Tanamkan pada diri kita, bahwa kita pasti bisa dan pasti mampu meraih apa yang kita inginkan. Selamat berjuang, selamat bergerak!

Be a hero!

Featured Post

Karakteristik Meeting Room yang Sesuai untuk Meeting

Karakteristik Meeting Room - Menjamurnya bisnis startup mendorong bermunculannya perusahaan pelayanan coworking space dan private space. Be...