Skip to main content

BACK TO CAMPUS

Bagi beberapa orang, dapat menikmati bangku kuliah adalah hal yang mudah dan biasa. Mereka yang mampu secara finansial dan kemauan tentunya, pasti dapat merasakan indahnya berburu ilmu di universitas yang mereka kehendaki. Namun tidak bagi saya. Mimpi untuk dapat mengecap ilmu di bangku kuliah baru saya dapatkan setelah delapan tahun lulus dari SMU. Itupun baru sebatas pendidikan diploma tiga (D3). Impian saya adalah kuliah sampai strata satu (S1). Tanpa mengurangi rasa syukur, saya berucap alhamdulillah atas selesainya program diploma tiga saya itu.

Sebagai anak pertama, istilah orang di Banyumas sini adalah mbarep, jujur saya merasa mempunyai beban yang lebih berat ketimbang dua adik perempuan saya. Apalagi keluarga saya bukanlah keluarga yang tergolong mampu secara finansial. Maka sekedar bermimpi untuk kuliahpun adalah ibarat pungguk merindukan bulan. Bagaimana tidak, sekedar untuk makan saja kami harus pandai-pandai mengatur uang. Apalagi kuliah.

Kenapa saya ingin sekali kuliah? Karena saya yakin dengan janji Tuhan di kitab-Nya. Bahwa Ia akan meninggikan derajat umat-Nya yang beriman dan berilmu. Menimbang bahwa saya dilahirkan oleh keluarga yang menurut saya secara derajat sosial berada di lapisan bawah, maka saya harus menimba ilmu setinggi-tingginya untuk menaikan derajat saya dan keluarga saya.

Di tahun dua ribu saya berhasil menyelesaikan SMU saya. Saking semangatnya saya untuk bisa kuliah, diam-diam saya mendaftar Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Purwokerto. Tapi ibarat pepatah, sepandai-pandainya orang menyimpan bangkai pasti akan ketahuan juga, ternyata ayahku mengetahuinya. Tapi Beliau merestuiku untuk mendaftar.

Alhasil, saya tidak lulus dalam ujian tersebut. Kegalauan mulai melanda jiwaku waktu itu. Cita-cita untuk menimba ilmu di perguruan tinggi seakan tinggal kenangan. Saya benar-benar frustrasi waktu itu. Mau bekerja, bekerja sebagai apa. Berbekal ijazah SMU, apa yang bisa aku lakukan. Sedangkan cita-citaku waktu itu adalah kerja kantoran (Ya seperti saat ini. Hehe).

Ditengah kegalauan tersebut akhirnya saya memantapkan diri untuk mengikuti kursus komputer dan administrasi perkantoran. Tentu saja dalam rangka merealisasikan cita-cita saya untuk bekerja sebagai pekerja kantoran. Namun, apakah keinginan untuk berkuliah masih ada? Tentu saja masih ada. Dan saya yakin, suatu saat nanti saya pasti bisa menikmati indahnya mengais ilmu di bangku perguruan tinggi.

Waktupun mulai berlalu. Dengan bersusah payah aku menyelesaikan kursus komputer dan administrasi tersebut. Berbekal ilmu di tempat kursus itu, akhirnya saya bisa bekerja di salah satu perusahaan komanditer di Purwokerto. Tugas saya adalah sebagai tenaga pemasaran. Perusahaan yang bergerak di jual beli komputer itu adalah tempat kerja pertama saya. Dari tempat inilah mimpi untuk bisa kembali kuliah saya bangun kembali. Saya yakin dengan kondisi keuangan saya waktu itu, selain saya bisa membantu orang tua saya, saya pasti bisa membiayai kuliah sendiri.

Namun apa hendak dikata, baru tiga bulan saya bekerja di perusahaan tersebut, perusahaan dimana saya bekerja disana ternyata mengalami masalah keuangan. Konon, dari sumber-sumber yang bisa aku percaya, ada perselisahan diantara para pemilik perusahaan komanditer tersebut. Akhirnya perusahaan itu dinyatakan kolaps dan akhirnya bubar jalan. Akhirnya saya menjadi pengangguran. Dan sekali lagi, semangat untuk kuliah waktu itu mulai pudar.

Sebagai pengangguran yang hidup di kampung, sungguh sangat menjemukan. Sebagai orang yang tak terbiasa dengan tidak melakukan apa-apa, maka bekerja serabutanpun saya lakukan. Mulai dari kuli sampai jualan minyak wangi saya lakukan. Selain itu, saya juga aktif pada salah satu organisasi kepemudaan di kampungku. Sampai pada suatu waktu, aku didaulat untuk menjadi ketua organisasi itu. Saya juga aktif di musholla kampung sebagai jamaah dan guru ngaji untuk anak-anak di kampungku.

Mungkin inilah salah satu jawaban lagi dari Tuhan perihal janji-Nya yang lain. Barang siapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolong hamba-nya itu. Saya sangat yakin dengan janji-janji Tuhan. Hingga pada suatu malam, ketika saya mengajar ngaji tetangga saya yang juga masih berkerabat dengan saya, saya ditawari untuk bekerja ditempat ibu dari si anak yang sayan ajari mengaji ini. Beliau adalah kepala staf tata usaha pada salah satu sekolah negeri di desaku. Akhirnya dengan berbekal keyakinan, saya mendaftar di sekolah tersebut. Lantas, apakah saya langsung diterima?

Mungkin Tuhan masih merindukan rintihan hamba-Nya sepertiku. Rintihan berupa alunan do'a setiap sehabis sholat. Dimana salah satu kalimat dalam do'aku adalah sebagai berikut :

" Ya Allah, berilah hamba kesempatan untuk bekerja sembari kuliah."

Begitu salah satu kalimat dalam do'a ku.

Di bulan kesembilan dari hari melamar pekerjaanku di sekolah itu, akhirnya ditahun 2005 itu, aku diterima sebagai staf tata usaha dan ditugasi sebagai tenaga operator komputer sampai sekarang.

Akhirnya cita-cita untuk bisa kuliah muncul lagi. Namun ada yang menjadi sedikit ganjalan di hatiku. Apa itu? Tentu saja gaji. Sebagai tenaga wiyata bhakti saya hanya mendapat gaji yang sedikit. Jauh dari upah minimum regional atau UMR. Tapi saya berkeyakinan, bahwa saya pasti bisa kuliah. Dan waktupun menjawab semua itu. Di tahun 2008, salah satu teman kantorku kuliah di salah satu politeknik swasta di Purwokerto. Aku diajaknya. Dan karena  politeknik baru, biaya kuliah di kampus tersebut tergolong murah, bahkan sangat murah. Alhamdulillah, ditahun keempat, di tahun 2012 saya berhasil menyelesaikan kuliah saya itu.

Lantas apakah saya sudah puas? Tentu saja belum! Cita-cita saya hingga saat ini adalah kuliah sampai S1. Apakah saya bisa? Kembali muncul pertanyaan seperti itu dalam diri saya. Bukan karena sebab. Karena saat ini saya sudah menikah dan dikaruniai seorang anak kecil yang lucu yang baru berusia lima bulan. Dan tolong dicatat, saat ini saya masih bekerja sebagai tenaga wiyata bhakti dan gajinya? Hahaha. Tentu masih jauh dari UMR.

Lalu apa yang saya lakukan untuk mengejar cita-cita saya untuk kembali ke kampus guna menempuh jalur pendidikan yang lebih tinggi ini?

Pertama, saya menyisihkan sedikit demi sedikit uang yang saya punya. Kebetulan ada beberapa kegiatan yang dari kegiatan tersebut saya mendapatkan sedikit uang. Misalnya saja kegiatan pramuka, sepakbola, maupun kegiatan lainnya yang dilaksanakan di sekolah saya ini.

Kedua, saat ini saya mempunyai bisnis sampingan sebagai internet marketer. Alhamdulillah sudah ada beberapa pelanggan yang berkenan memakai jasa saya.

Dan yang ketiga, adalah juga termasuk mimpi saya selanjutnya, adalah mendapatkan penghasilan dari buku saya yang insyaallah dalam waktu dekat ini akan segera terbit.

Semoga Tuhan memudahkan saya agar di tahun 2015 ini saya bisa melanjutkan lagi kuliah saya ke jenjang strata satu (S1).




Popular posts from this blog

Dream of My Heart

Duhai dewiku yang lembut.... Dengarlah sapaan hatiku.... Masuklah engkau ke tungku asmaraku.... kan kubakar engkau dengan senyum cintaku...... ... ahhh..... Matamu yang sayu, bibirmu yang lembut mengguncang rinduku.... Hoooaaammmhhh……. Aku terbangun dari mimpiku.... Banyumas, 22 Agustus 2011 Dacho Darsono

MENANGGAPI MARAKNYA MINI MARKET

Kurang lebih 10 tahun yang lalu, saya bersama salah satu rekan kerja saya yang berprofesi sebagai guru membicarakan perihal peluang usaha yang sebenarnya masih terbentang luas di negeri ini. Berhubung kami tinggal di kampung, maka kamipun membicarakan peluang-peluang usaha yang bisa kami jalankan di kampung. Nah, waktu itu belum banyak mini market-mini market seperti saat ini. Kemudian timbul ide, kenapa tidak mendirikan mini market saja, bahkan kalau bisa super market? Apa bisa? Lha wong namanya juga ide... Maka dalam ide kami itupun tentu saja sangat bisa untuk mendirikan mini market. Pokok permasalahan awalnya adalah pada dana. Dari mana dananya? Nah lho.... Marilah kita berhitung dengan cara yang bodoh saja.... Hehehe... Misalkan dalam satu kampung ada 3.000 WARGA... lalu setiap warga "urunan" 1.000 rupiah saja, sudah berapa dana yang didapat? 3.000 x 1.000 = 3.000.000 TIGA JUTA RUPIAH Itu baru "urunan" seribuan ... Bagaimana jika 10.000? Tingal kalikan saja...

Supplier Marmer Berkualitas di Indonesia

Mempunyai tempat tinggal dan hunian mewah tentu menjadi idaman setiap orang, selain indah untuk dilihat juga terasa nyaman untuk ditinggali. mempercantik sebuah hunian banyak cara dilakukan oleh setiap orang. agar terlihat wah, biasanya digunakan beragam pernak pernik untuk menghias, seperti batu, keramik, bahkan marmer. Bicara mengenai Marmer, di Indonesia ada sebuah perusahaan bernama Fagetti yang merupakan perusahaan supplier marmer berkualitas yang sudah malang melintang diberbagai proyek besar di banyak kota di Indonesia. Supplier Marmer Berkualitas di Indonesia Sekilas Mengenai Fagetti Didirikan oleh Ferdinand Gumanti, satu-satunya orang di Asia yang menerima gelar "Master of Art Stone" oleh Antica Libera Corporazione Dell'Arte Della Pietra yang bergengsi di Italia, komitmen Fagetti adalah untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggan, menyediakan peralatan dengan kualitas terbaik , manufaktur, bahan dan layanan batu. Di pabrik dan gudang seluas 23 hektar di Cibit