Skip to main content

Membangun Kecerdasan Emosional Pemimpin

Kemampuan kecerdasan emosional pemimpin memiliki peran yang penting bagi organisasi dan orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut sebagaimana pernyataan Goleman, et al., (2002) dalam Nordstrom (2010:11): “The leader has always acted as the group’s emotional guide” bahwa seorang pemimpin menjadi pemandu emosi orang-orang dalam organisasi. Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh pemimpin berdampak terhadap komitmen organisasional karyawan.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk bisa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik dan mengenal orang lain sehingga akan mampu menjalin sebuah hubungan yang harmonis dengan orang lain. Pengenalan diri sendiri maupun pengenalan pada orang lain ini adalah pengenalan atas potensi-potensi maupun kelemahan-kelemahan dalam diri yang menyebabkan seseorang mampu menempatkan diri ketika berhubungan dengan orang lain. Seseorang dengan kemampuan kecerdasan emosional tinggi akan mampu mengenal dirinya sendiri, mampu berpikir rasional dan berperilaku positif serta mampu menjalin hubungan sosial yang baik karena didasari pemahaman emosi orang lain.

Membangun Kecerdasan Emosional Pemimpin
Membangun Kecerdasan Emosional Pemimpin

Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi juga merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh seseorang dan sangat berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau mengubah kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan empati pada perasaan orang lain. Orang yang cerdas emosinya, akan menampakkan kematangan dalam pribadinya serta kondisi emosionalnya dalam keadaan terkontrol. Kecerdasan emosional merupakan daya dorong yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi, dan mengaktifkan aspirasi nilai-nilai kita yang paling dalam “inner beauty”, mengubahnya dari apa yang dipikirkan menjadi apa yang kita jalani.

Jadi, kecerdasan emosional adalah gabungan dari semua emosional dan kemampuan sosial untuk menghadapi seluruh aspek kehidupan manusia.

Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli

Menurut Dr.Christine Dreyfus (dalam Armstrong,2003), Kecerdasan emosional (Emotional Intelegensia) adalah kecerdasan non kognitif, yaitu sesuatu yang ada di luar keahlian dan pengetahuan, artinya kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain, saat seseorang tersebut berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi menghadapi lingkungannya. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kecerdasan emosional mencerminkan bagaimana pengetahuan diaplikasikan dan dikembangkan sepanjang hidup seseorang. Disisi lain kecerdasan emosional juga dapat dipandang sebagai kompetensi (bersifat kognitif), jadi meskipun bersifat insting dan emosional, tetapi tetap dapat dipelajari/ dilatih, dengan kata lain kompetensi emosional diperoleh seiring perkembangan kedewasaan seseorang.

Menurut Goleman (1999), kecerdasan emosional adalah kepastian untuk mengawali perasaan sendiri, untuk mengelola emosi dengan baik dalam diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Sedang menurut Stephen P.Robin (2007), kecerdasan emosional adalah kemampuan, ketrampilan, kapabilitas dan kompetensi non kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam menghadapi tuntutan dan tekanan lingkungannya.

Menurut Devies dan rekan-rekannya, bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya sendiri dan orang lain, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir serta perilaku seseorang.

Adapun Eko Maulana Ali Suroso (2004:127) mengatakan, bahwa kecerdasan emosional adalah sebagai serangkaian kecakapan untuk memahami bahwa pengendalian emosi dapat melapangkan jalan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.

Terbentuknya Emosi

Seperti yang telah dibahas diatas, kecerdasaran emosional bertumpu pada kepekaan dan kecakapan seseorang terhadap emosi.

Emosi berasal dari perkataan emotus atau emovere, yang artinya mencerca “to strip up”, yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi dapat diartikan sebagai: 1) luapan perasaan yang berkembang dan surut diwaktu singkat; 2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis, seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subyektif.

W. James dan Carl Lange (Efendi dan Praja, 1985:82) mengatakan, bahwa emosi ditimbulkan karena adanya perubahan-perubahan pada sistem vasomater “otak-otak” atau perubahan jasmaniah individu. Misalnya, individu merasa senang, karena ia tertawa bukan tertawa karena senang, dan sedih karena menangis.

Menurut Harvey Carr, bahwa emosi adalah penyesuaian organis yang timbul secara otomatis pada manusia dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Misalnya, emosi marah timbul jika organisme dihadapkan pada rintangan yang menghambat kebebasannya untuk bergerak, sehingga semua tenaga dan daya dikerahkan untuk mengatasi rintangan itu dengan diiringi oleh gejala-gejala seperti denyut jantung yang meninggi, pernafasan semakin cepat, dan sebagainya.

Menurut CT. Morgan, terdapat beberapa aspek-aspek emosi yaitu:
  • Emosi adalah sesuatu yang sangat erat hubungannya dengan kondisi tubuh, misalnya denyut jantung, sirkulasi darah, dan pernafasan.
  • Emosi adalah sesuatu yang dilakukan atau diekspresikan, misalnya tertawa, tersenyum, menangis. 
  • Emosi adalah sesuatu yang dirasakan, misalnya merasa jengkel, kecewa, senang. 
  • Emosi juga merupakan suatu motif, sebab ia mendorong individu untuk berbuat sesuatu, kalau individu itu beremosi, senang, atau mencegah melakukan sesuatu kalau ia tidak senang.
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis, mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Bersifat tidak tetap (fluktuatif).
  2. Banyak berkaitan dengan peristiwa pengenalan panca indera. 
  3. Berlansung singkat dan berakhir tiba-tiba. 
  4. Bersifat sementara dan dangkal. 
  5. Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan kejiwaan (psikis), yaitu sebagai berikut:

a. Emosi sensoris

yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.

b. Emosi psikis

yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi ini, di antaranya adalah:
  1. Perasaan intelektual, yaitu yang mempunyai hubungannya dengan ruang lingkup kebenaran.
  2. Perasaan sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungannya dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. 
  3. Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika. 
  4. Perasaan keindahan (estetika), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan atau kerohanian. 
  5. Perasaan ketuhanan, yaitu salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.
Dari ungkapan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif, adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi situasi tertentu, misalnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), iri, cemburu, dan sebagainya.

Jadi kecerdasan emosional bisa memainkan peran penting dalam pelaksanaan pekerjaan seseorang, artinya kecerdasan emosional lebih penting dari pada kecerdasan akademik. Seseorang yang mempunyai level kecerdasan emosional yang tinggi akan mempunyai kinerja yang lebih tinggi. Sehingga kecerdasan emosional menjadi ciri orang yang berkinerja tinggi dan mempunyai kemampuan untuk dapat berhubungan lebih baik dangan orang lain.

Oleh karena itu, apabila seseorang sudah dapat memanage, mengawasi, mengontrol, dan mengatur emosinya dengan tepat, baik ketika orang tersebut berhadapan dengan pribadinya, berhadapan dengan orang lain, orang tua, teman-teman, atau masyarakat, berhadapan dengan pekerjaan, atau masalah-masalah yang muncul, maka orang tersebut sudah dapat dikatakan mempunyai kecerdasan emosional. Karena kecerdasan emosional adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: Faktor internal, yakni faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang.

Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional, dan Faktor Eksternal yakni faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.

Sedangkan menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: faktor psikologis, faktor pelatihan emosi dan faktor pendidikan.

1) Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif.

Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls.

Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.

2) Faktor pelatihan emosi

Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih.

Melalui puasa sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.

3) Faktor pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan.

Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja.

Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi

Langkah-langkah Membangun Kecerdasan Emosional

Ada beberapa langkah yang dibutuhkan untuk dapat membangun kecerdasan emosional, (Michael Armstrong, 2003), yaitu :
  1. Menilai, kecerdasan emosional seperti apa yang dibutuhkan oleh suatu jabatan.
  2. Menilai secara pribadi tingkat kecerdasan emosional mereka yang akan menempati jabatan tersebut. 
  3. Mengukur kesiapan orang-orang untuk mau memperbaiki kecerdasan emosionalnya. 
  4. Memotivasi orang-orang untuk percaya bahwa pengalaman belajar akan lebih bermanfaat. 
  5. Memusatkan perhatian pada sasaran yang jelas. 
  6. Mencegah adanya penurunan kemampuan yang tidak dapat dihindari 
  7. Memberi umpan balik kinerja 
  8. Mendorong orang-orang untuk mau melakukan aplikasi kemajuan dalam praktek kerja. 
  9. Memberikan model perilaku yang diinginkan 
  10. Mendorong dan menciptakan iklim untuk memperbaiki diri sendiri. 
  11. Mengevaluasi, dengan ukuran hasil kinerja yang dapat diandalkan.

Langkah-langkah Meningkatkan Kecerdasan Emosional

Setelah memiliki kecerdasan emosional namun merasa bahwa kecerdasan emosional belum maksimal maka kita dapat meningkatkan kecerdasan emosional. Norman Rosenthal, MD, bukunya yang berjudul “The Emotional Revolution”, menjelaskan cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu
  • Coba rasakan dan pahami perasaan anda. Jika perasaan tidak nyaman, kita mungkin ingin menghindari karena mengganggu. Duduklah, setidaknya dua kali sehari dan bertanya, “Bagaimana perasaan saya?” mungkin memerlukan waktu sedikit untuk merasakannya. Tempatkan diri Anda di ruang yang nyaman dan terhindar dari gangguan luar.
  • Jangan menilai atau mengubah perasaan Anda terlalu cepat. Cobalah untuk tidak mengabaikan perasaan Anda sebelum Anda memiliki kesempatan untuk memikirkannya. Emosi yang sehat sering naik dan turun dalam sebuah gelombang, meningkat hingga memuncak, dan menurun secara alami. Tujuannya adalah jangan memotong gelombang perasaan Anda sebelum sampai puncak. 
  • Lihat bila Anda menemukan hubungan antara perasaan Anda saat ini dengan perasaan yang sama di masa lalu. Ketika perasaan yang sulit muncul, tanyakan pada diri sendiri, “Kapan aku merasakan perasaan ini sebelumnya?” Melakukan cari ini dapat membantu Anda untuk menyadari bila emosi saat ini adalah cerminan dari situasi saat ini, atau kejadian di masa lalu Anda. 
  • Hubungkan perasaan Anda dengan pikiran Anda. Ketika Anda merasa ada sesuatu yang menyerang dengan luar biasa, coba untuk selalu bertanya, “Apa yang saya pikirkan tentang itu?” Sering kali, salah satu dari perasaan kita akan bertentangan dengan pikiran. Itu normal. Mendengarkan perasaan Anda adalah seperti mendengarkan semua saksi dalam kasus persidangan. Hanya dengan mengakui semua bukti, Anda akan dapat mencapai keputusan terbaik. 
  • Dengarkan tubuh Anda. Pusing di kepala saat bekerja mungkin merupakan petunjuk bahwa pekerjaan Anda adalah sumber stres. Sebuah detak jantung yang cepat ketika Anda akan menemui seorang gadis dan mengajaknya berkencan, mungkin merupakan petunjuk bahwa ini akan menjadi “sebuah hal yang nyata.” Dengarkan tubuh Anda dengan sensasi dan perasaan, bahwa sinyal mereka memungkinkan Anda untuk mendapatkan kekuatan nalar. 
  • Jika Anda tidak tahu bagaimana perasaan Anda, mintalah bantuan orang lain. Banyak orang jarang menyadari bahwa orang lain dapat menilai bagaimana perasaan kita. Mintalah seseorang yang kenal dengan Anda (dan yang Anda percaya) bagaimana mereka melihat perasaan Anda. Anda akan menemukan jawaban yang mengejutkan, baik dan mencerahkan. 
  • Masuk ke alam bawah sadar Anda. Bagaimana Anda lebih menyadari perasaan bawah sadar Anda? Coba asosiasi bebas. Dalam keadaan santai, biarkan pikiran Anda berkeliaran dengan bebas. Anda juga bisa melakukan analisis mimpi. Jauhkan notebook dan pena di sisi tempat tidur Anda dan mulai menuliskan impian Anda segera setelah Anda bangun. Berikan perhatian khusus pada mimpi yang terjadi berulang-ulang atau mimpi yang melibatkan kuatnya beban emosi. 
  • Tanyakan pada diri Anda: Apa yang saya rasakan saat ini. Mulailah dengan menilai besarnya kesejahteraan yang anda rasakan pada skala 0 dan 100 dan menuliskannya dalam buku harian. Jika perasaan Anda terlihat ekstrim pada suatu hari, luangkan waktu satu atau dua menit untuk memikirkan hubungan antara pikiran dengan perasaan Anda. 
  • Tulislah pikiran dan perasaan Anda ketika sedang menurun. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan menuliskan pikiran dan perasaan dapat sangat membantu mengenal emosi Anda. Sebuah latihan sederhana seperti ini dapat dilakukan beberapa jam per minggu. 
  • Tahu kapan waktu untuk kembali melihat keluar. Ada saatnya untuk berhenti melihat ke dalam diri Anda dan mengalihkan fokus Anda ke luar. Kecerdasan emosional tidak hanya melibatkan kemampuan untuk melihat ke dalam, tetapi juga untuk hadir di dunia sekitar Anda.

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kepemimpinan

Berdasarkan pada hasil penelitian Goleman (1999), pemimpin yang ideal mempunyai kompetensi personal dan kompetensi sosial. Kompetensi Personal, yang meliputi :

1. Kompetensi Personal

Kesadaran diri sendiri

Kemampuan seseorang sangat tergantung kepada kesadaran dirinya sendiri, juga sangat tergantung kepada pengendalian emosionalnya.

Apabila seseorang dapat mengendalikan emosinya dengan sebaik-baiknya, memanfaatkan mekanisme berpikir yang tersistem dan kontruksi dalam otaknya, maka orang tersebut akan mampu mengendalikan emosinya sendiri dan menilai kapasitas dirinya sendiri.

Orang dengan kesadaran diri yang tinggi, akan memahami betul tentang impian, tujuan, dan nilai yang melandasi perilaku hidupnya. Apabila seseorang telah mengetahui akan dirinya sendiri, maka akan muncul pada dirinya kesadaran akan emosinya sendiri, penilaian terhadap dirinya secara akurat, dan percaya akan dirinya sendiri. Berikut adalah kemampuan bagaimana mengelola kesadaran diri:
  • Kesadaran diri: Membaca emosi diri sendiri dan mengenali dampaknya; menggunakan insting, nyali untuk memandu pembuatan keputusan.
  • Penilaian-diri yang akurat: Mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri. 
  • Kepercayaan diri: Kepekaan yang sehat mengenai harga diri dan kemampuan diri

Pengelolaan diri sendiri

Seseorang, sebelum mengetahui atau menguasai orang lain, ia harus terlebih dahulu mampu memimpin atau menguasai dirinya sendiri. Orang tersebut harus tahu tingkat emosional, keunggulan, dan kelemahan dirinya sendiri. Apabila tingkat emosional tidak disadari, maka orang tersebut akan selalu bertindak mengikuti dinamika emosinya.

Untuk menciptakan tingkat kompetensi pengelolaan diri sendiri yang tinggi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Berikut beberapa aspek dari pengelolaan diri:
  • Kendali diri emosi: Mengendalikan emosi dan dorongan yang meledak-ledak
  • Penilaian Diri: secara akurat dapat mengukur kekuatan dan keterbatasan diri sendiri. 
  • Kepercayaan Diri: perasaan akan harga diri dan kemampuan diri yang baik.

Manajemen Diri

  1. Kendali Diri emosi: mengendalikan emosi dan gerak hati yang mengganggu.
  2. Transparansi: menunjukkan kejujuran dan integritas; terpercaya 
  3. Pencapaian: hasrat untuk memperbaiki performa untuk mencapai standard keunggulan diri. 
  4. Adaptabilitas: maksudnya bisa fleksibel dalam mengatasi perubahan 
  5. Inisiatif: kesiapan untuk bertindak dan mengambil keputusan 
  6. Optimisme: selalu melihat sisi baik, setiap kejadian.

2. Kompetensi Sosial,yang terdiri dari:


Kesadaran sosial

Sebagai makhluk sosial, kita harus dan selalu berhubungan dan bergesekan dengan orang lain, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, karena kita tidak akan dapat hidup sendiri tanpa orang lain.

Oleh karena itu, semua orang harus memiliki kesadaran sosial, dan apabila seseorang telah mempunyai kesadaran sosial, maka dalam dirinya akan muncul empati, kesadaran, dan pelayanan.
  • Empati: Merasakan emosi orang lain, memahami sudut pandang mereka, dan berminat aktif pada kekhawatiran mereka. Empati mewakili sebuah unsur penting kepemimpinan yang cerdas secara emosi. Dengan mendengarkan perasaan orang lain pada saat itu, seorang pemimpin dapat berkata atau melakukan apa yang tepat, apakah itu menenangkan ketakutan, meredakan kemarahan, atau membawa kebahagiaan.
  • Kesadaran organisasional: Membaca apa yang sedang terjadi, keputusan jaringan kerja, dan politik di tingkat organisasi 
  • Pelayanan: Mengenali dan memenuhi kebutuhan pengikut, klien atau pelanggan

Manajemen Hubungan

Dalam pengelolaan relasi terdapat persuasi, pengelolaan konflik, dan kolaborasi. Kepawaian dalam pengelolaan relasi bertujuan pada bagaimana menangani emosi orang lain. Hal ini membuat pemimpin harus mampu mengenali emosinya sendiri dan dengan bantuan empati, menyelaraskan diri dengan orang-orang yang dipimpinnya.
  1. Pengaruh: dapat menggunakan teknik persuasif yang efektif.
  2. Manajemen konflik: dapat menyelesaikan perselisihan yang timbul, dengan baik 
  3. Inspiratif: memandu dan memotivasi dengan pandangan yang mendorong. 
  4. Katalis perubahan: memulai, mengatur dan memimpin jalan ke arah yang baru 
  5. Membangun ikatan: menebar dan mempertahankan jaringan/hubungan yang ada 
  6. Kerja tim dan Kolaborasi: mengedepankan kerjasama dan membangun tim.

Dengan demikian seseorang pemimpin/manajer yang hebat bukanlah seseorang yang melakukan kesia-siaan dengan mempelajari bakat baru, akan tetapi mereka yang lebih fokus menyesuaikan bakat yang dimiliki dengan tuntutan peran (sebagai pemimpin). Jadi kecocokan antara peran, bakat ,kompetensi dan kecerdasan emosional adalah faktor penting dalam menentukan performa seorang pemimpin.

Ciri Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (EQ) yang dimiliki seseorang, akan membuatnya tampil menjadi orang yang percaya diri, mampu berkomunikasi dan berhubungan baik dengan orang lain. Hal ini karena orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi mampu memahami dan mengelola emosi mereka sehingga mereka tahu bagaimana cara bersikap dan berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi lebih memiliki kesempatan untuk mencapai kesuksesan hidup.

Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat diamati. Berikut adalah ciri kecerdasan emosional (EQ):

1. Ingin tahu tentang orang lain

Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang pertama adalah selalu ingin tahu tentang orang lain. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi cenderung suka untuk berteman dengan orang lain sebanyak mungkin. Mereka merasa ingin tahu tentang orang lain, bahkan orang yang belum dikenal sekalipun. Merasa ingin tahu dan menjadi tertarik dengan orang lain juga bisa menumbuhkan empati. Memperluas empati dengan berbicara dengan orang lain sebanyak mungkin merupakan salah satu cara untuk menambah pengetahuan dan pandangan hidup Anda tentang dunia.

2. Pemimpin yang besar

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman yakni penulis buku terlaris internasional Emotional Intellegence, para pemimpin yang luar biasa memiliki satu kesamaan didalam kepemimpinannya selain bakat, etos kerja yang kuat serta ambisi. Mereka rata-rata memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi dari pada kecerdasan intelektual (IQ).

3. Tahu kekuatan dan kelemahan diri

Ciri kecerdasan emosional (EQ) selanjutnya adalah tahu kekuatan dan kelemahan diri. Orang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi akan mengetahui dimana letak kekuatan dan kelemahan dari dirinya sendiri. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan Anda, bisa Anda dijadikan bekal tentang bagaimana seharusnya Anda bertindak dengan menutupi kelemahan dan mengunggulkan kekuatan yang Anda miliki. Kesadaran akan keadaan diri ini akan melahirkan kepercayaan diri yang kuat pada diri Anda.

4. Kemampuan untuk fokus dan konsentrasi

Ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi adalah memiliki kemampuan untuk selalu fokus dan berkonsentrasi dengan apa yang dikerjakan dan apa yang ingin dicapainya.

5. Manajemen kesedihan

Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang selanjutnya adalah dapat memanajemen atau mengatur kesedihan. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi tahu bagaimana caranya mengelola emosi, marah bahkan rasa sedih. Walaupun setiap orang pasti merasakan kesedihan, namun orang yang memiliki keerdasan emosional (EQ) yang tinggi mampu mangatur dan memanajemen kesedihan yang dirasakannya.

6. Memiliki banyak teman

Ciri kecerdasan emosional (EQ) berikutnya adalah memiliki banyak teman. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi mampu memahami emosi diri dan emosi orang lain sehingga tahu bagaimana bersikap dengan orang lain sehingga disukai banyak orang dan memiliki banyak teman.

7. Selalu menjadi orang yang lebih baik dan bermoral

Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang selanjutnya adalah selalu ingin menajdi orang yang lebih baik dan bermoral. Hal ini berkaitan dengan cara membangun hubungan interpersonal dengan orang lain.

8. Membantu orang lain

Ciri kecerdasan emosional (EQ) selanjutnya adalah membantu orang lain. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi cenderung memiliki jiwa sosial yang tinggi pula, serta memiliki rasa untuk selalu ingin membantu orang lain.

9. Pandai membaca ekspresi wajah orang

Mampu merasakan perasaan orang lain adalah ciri kecerdasan emosional (EQ) yang selanjutnya. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi mampu membaca dan memahami ekspresi seseorang walaupun hanya dengan melihat ekspresi wajahnya saja.

10. Selalu bangkit dari kegagalan

Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi akan selalu bangkit dari setiap kegagalan yang dialaminya. Hal ini dikarenakan ia mampu mengontrol emosi negatifnya dan mengubahnya menjadi motivasi untuk meraih kesuksesannya.

11. Berkarakter

Ciri kecerdasan emosional (EQ) berikutnya adalah berkarakter. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi adalah orang yang memiliki karakter, kepribadian serta pendirian yang teguh. Mereka selalu mantap dalam melakukan segala hal karena ia mampu berfikir dan membuat keputusan yang tepat.

12. Percaya diri

Ciri kecerdasan emosional (EQ) selanjutnya adalah percaya diri. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi mampu tampil percaya diri karena ia mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya sehingga ia tahu bagaiamana harus bertindak dan membuat keputusan yang tepat.

13. Memiliki motivasi yang tinggi

Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi selalu memotivasi diri sendiri untuk selalu fokus dalam meraih dan mewujudkan kesuksesannya.

14. Tahu kapan harus bertindak

Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang terakhir adalah tahu kapan harus bertindak. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi, memiliki kemampuan untuk mengontrol dan mengendalikan emosinya. Mereka tidak akan terbawa emosi dan tahu kapan waktu yang tepat untuk bertindak dan melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan yang matang.

Popular posts from this blog

Dream of My Heart

Duhai dewiku yang lembut.... Dengarlah sapaan hatiku.... Masuklah engkau ke tungku asmaraku.... kan kubakar engkau dengan senyum cintaku...... ... ahhh..... Matamu yang sayu, bibirmu yang lembut mengguncang rinduku.... Hoooaaammmhhh……. Aku terbangun dari mimpiku.... Banyumas, 22 Agustus 2011 Dacho Darsono

MENANGGAPI MARAKNYA MINI MARKET

Kurang lebih 10 tahun yang lalu, saya bersama salah satu rekan kerja saya yang berprofesi sebagai guru membicarakan perihal peluang usaha yang sebenarnya masih terbentang luas di negeri ini. Berhubung kami tinggal di kampung, maka kamipun membicarakan peluang-peluang usaha yang bisa kami jalankan di kampung. Nah, waktu itu belum banyak mini market-mini market seperti saat ini. Kemudian timbul ide, kenapa tidak mendirikan mini market saja, bahkan kalau bisa super market? Apa bisa? Lha wong namanya juga ide... Maka dalam ide kami itupun tentu saja sangat bisa untuk mendirikan mini market. Pokok permasalahan awalnya adalah pada dana. Dari mana dananya? Nah lho.... Marilah kita berhitung dengan cara yang bodoh saja.... Hehehe... Misalkan dalam satu kampung ada 3.000 WARGA... lalu setiap warga "urunan" 1.000 rupiah saja, sudah berapa dana yang didapat? 3.000 x 1.000 = 3.000.000 TIGA JUTA RUPIAH Itu baru "urunan" seribuan ... Bagaimana jika 10.000? Tingal kalikan saja...

Supplier Marmer Berkualitas di Indonesia

Mempunyai tempat tinggal dan hunian mewah tentu menjadi idaman setiap orang, selain indah untuk dilihat juga terasa nyaman untuk ditinggali. mempercantik sebuah hunian banyak cara dilakukan oleh setiap orang. agar terlihat wah, biasanya digunakan beragam pernak pernik untuk menghias, seperti batu, keramik, bahkan marmer. Bicara mengenai Marmer, di Indonesia ada sebuah perusahaan bernama Fagetti yang merupakan perusahaan supplier marmer berkualitas yang sudah malang melintang diberbagai proyek besar di banyak kota di Indonesia. Supplier Marmer Berkualitas di Indonesia Sekilas Mengenai Fagetti Didirikan oleh Ferdinand Gumanti, satu-satunya orang di Asia yang menerima gelar "Master of Art Stone" oleh Antica Libera Corporazione Dell'Arte Della Pietra yang bergengsi di Italia, komitmen Fagetti adalah untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggan, menyediakan peralatan dengan kualitas terbaik , manufaktur, bahan dan layanan batu. Di pabrik dan gudang seluas 23 hektar di Cibit