Wednesday, April 8, 2015

Rindu#2

Kasih,

sudah sampai dimanakah engkau

Sedangkan gemuruh jiwa mengamuk perlahan

Rindu itu kini menjadi

beban

Adakah itu kau rasakan?

Rindu#1

Rindu bukanlah catatan kaki

ia adalah lampiran yang dibalikkan di -

depan

Sudahkah engkau merasa rentan?

Tuesday, April 7, 2015

Seperti halnya kemarin

Seperti halnya kemarin,

malam ini aku masih menunggu janjimu

Janji adalah pelepasan jiwa

Ia tersandar pada kukusan waktu

Adakah kau tahu itu?

Seperti halnya kemarin,

Malam ini aku masih menghitung sisa-sisa rindu yang semakin menghujung

dalam pekatnya nafas

dalam bekunya swarga

Seperti halnya kemarin,

Rangkaian-rangkaian ucap masih kusimpan rapi dalam almari hati

Sakitkah ini?

Oh, My Book.......

Pemirsa yang budiman, ceileh, kayak penyiar TVRI jaman 80- an saja nich. Pakai pemirsa yang budiman segala. :)

Membuat buku adalah cita-citaku dari dulu. Sejak SMP saya sudah pengen punya buku sendiri. Ya minimal buku kumpulan puisi lah. Lha wong waktu SMP aku sudah berhasil membuat puisi satu buku tulis. Sayang sudah dituker bawang merah sama bawang putih oleh orang tua saya. Eh dulu sudah pernah aku ceritakan disini kan? Hayo, coba dech oprek-oprek lagi blogku ini. Hehehe.

Namun sampai saat ini, buku yang aku idam-idamkan tersebut tak kunjung jadi juga. Entahlah, padahal kalau dihitung-hitung sudah ada lebih dari tiga bahan untuk penulisan buku saya.

Bukan hanya bahan, bahkan sudah ada tulisan yang sebenarnya sudah siap terbit. Sayang, kendala dana dan beberapa kendala lainnya yang tak bisa aku ceritakan disini menjadikan bukuku belum terbit juga sampai sekarang. Huhuhu....

Akhirnya, berdasarkan ide dan analisis sendiri, aku memutuskan untuk menulis buku yang berhubungan dengan motivasi. Dengan gaya slengekan, tulisan tersebut sampai sekarang sudah sampai di halaman 79. Tapi apa yang terjadi pemirsa yang budiman? Tiba-tiba saja ada beberapa hal yang menyebabkan aku terhenti di halaman 79 tersebut. Nah lho, kok bisa?

Ya begitulah. Mungkin aku masih ababil, alias ABG labil, sehingga seolah-olah jiwaku masih ndak jelas kesana-kesini. Padahal ide sudah mulai berjalan dan dituliskan.

Baiklah pemirsa yang budiman, aku cantumkan saja kegalauanku ini lewat blog. Ya daripada lewat WC rumahmu, kan mending lewat blogku yang wangi ini. #kabuurrrr!

Beberapa kegalauan yang membuatku untuk sementara berhenti itu diantaranya adalah seperti ini :

*oh ya, alasan-alasan ini pernah aku muat dalam bentuk komentar di blog enjeklopedia :)

  • Jangan-jangan buku itu nanti tak laku. Sudah keluar biaya banyak, eh malah tak laku. Ya memang sih ada yang bilang bahwa menulis itu bukanlah semata-mata untuk dikomersilkan saja. Ada nilai intelektual dan histori tersendiri bagi si penulis. Ya mungkin itu benar. Tapi bukankah sebagai manusia yang masih mempunyai kebutuhan, khususnya kebutuhan rumah tangga, maka penghasilan masih menjadi pertimbangan. Saya jadi ingat, dulu saya pernah membaca sebuah cerita tentang Pak Dahlan Iskan. Bagi Beliau, koran yang baik itu adalah koran yang berisi berita yang bagus serta berita yang "menjual". Percuma saja  beritanya bagus, tetapi korannya tak bisa laku dijual. Bukankah wartawan dan segenap orang yang bergelut didunia persuratkabaran tesebut harus makan? :)

  • Jangan-jangan tulisan saya bepengaruh negatif pada pembacanya. Jujur saja, walaupun tulisan tersebut berhubungan dengan motivasi, tapi saya khawatir kalau nanti malah justru melemahkan jiwa-jiwa pembacanya. Kok bisa? Ya entahlah. Namanya juga kegalauan.

  • Masih mikir pemasarannya. Sudah jadi tapi tak bisa menjual, ya apalah gunanya. Kata Mastah Dewa Eka Prayoga, no closing, nothing. Nah lho :) Percuma sudah punya buku, tapi masih pusing memikirkan cara pemasarannya.

Pengen kasih tahu lagi yang lainnya, tapi mbak Agnes Mo nyamperin saya untuk latihan menjadi penari latar di acara konsernya. Mbuehehehe.........

Sontoloyo kau ini coy!

DEMONSTRASI BEBEK

Sebelum tulisan ini saya selesaikan, izinkanlah saya untuk sejenak menyeruput teh manis bikinan tangan manis dari lelaki manis yang tak suka bermanis-manis kata saja, tapi bermanis perbuatan. Itu aku!  ;)

Ceritanya tadi habis blogwalking, ups, aku terdampar pada sebuah blog yang biasa aku gunakan ketika akan mencari ataupun membeli sepeda motor. Itu lho, blognya kang Iwan Banaran :)

Kali ini yang menarik adalah judul postingannya yang berhubungan dengan harga bensin yang konon bisa saja sampai tembus di angka 30 ribuan perliternya. Edan kiyeh tah!

Kalau benar-benar terjadi, saya ndak tahu apa yang akan terjadi sama bebek-bebek dan ayam-ayam di belakang rumah saya. Lah, kok ngomongin bebek sama ayam segala? Kalau mau ngomongin dunia binatang di blog ini, jangan diskriminasi dong. Kan masih ada binatang yang lain, buaya darat contohnya. Huh, itu sih kamu! Mbuehehehe....

Ya soalnya, kalau harga BBM nyentuh ke angka tersebut, nantinya saya sekeluarga juga akan membeli beras sedikit. Ya namanya juga pengaturan ekonomi keluarga. Nah, kalau saya beli beras sedikit, ayam dan bebek yang biasanya kalau pagi-pagi saya kasih makanan berupa sisa-sisa nasi  dari rumahku aku khawatirkan tidak mendapat jatah lagi. Nah lho, kasihan kan bro?

Namun pada hakekatnya bukan itu yang aku khawatirkan. Yang lebih dikhawatirkan adalah mereka, para bebek dan ayam mengadakan demonstrasi besar-besaran di rumahku karena tidak kebagian nasi. Pastilah spanduk, poster, dan kata-kata penuh cacian akan mampir ke rumah dan telingaku ini.

Kalau sudah begitu, apa yang harus aku lakukan saudara-saudara?

Marah?

Benci?

Diam?

Lemparin sepatu ke mereka?

Atau apa?

Hmmm... Bingung juga saya. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah makhluk yang berhak untuk mendapat "kepantasan" hidup dan penghidupan.

Kasihan..............

Nb. Tulisan ini asli bikinan mas Darsono untuk di tulis di pojok darsono. Jika ada yang tersenyum, mohon berkenan kirimkan bunga depositonya.... Hahahahahaaa......................

#megangCelana

Sunday, April 5, 2015

Belajar Bersyukur Kembali

Suatu hari, gurunda yang mulia berkata kepada saya :

"No, (Panggilan akrab guru saya ke saya. Namaku kan Darsono. Hehehe) sing jenengane menungsa kuwe nduwe sipat ora puas karo apa sing wis deparingna sekang Pengeran. Ora kabehan sih. Enggane dewei gunung emas sekalipun, menungsa tetep bakalan ora puas."

Wah bahasa mana tuh mas? Bahasa Banyumas tuh bos. Hehehe.

Jika saya terjemahkan maka artinya kurang lebih begini, "No, yang namanya manusia itu memiliki sifat atau tabiat kurang puas terhadap segala sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan. Tidak semuanya sih. Andaikata ia diberi gunung emas sekalipun, yang namanya manusia tetaplah tidak akan puas."

Kembali saya teringat nasihat yang mulia dari guru saya tersebut. Lantas, kenapa tiba-tiba saya teringat untaian kalimat itu kembali?

Kebetulan saja dalam hari-hari terakhir di minggu ini ada sedikit perubahan situasi hati pada diri saya. Ceileh, situasi hati. Korban vickinisasi mah ini. Halah!

Ada dua suasana hati yang saling berhadapan di hari-hari terakhir minggu ini. Pertama suasana hati yang bahagia. Sedangkan yang kedua adalah suasana hati yang... ehemmm, rada kecewa ;)

Bahagia karena gaji saya ditempat kerja saya akhirnya naik. Duh bahagianya. Bayangkan saja, sudah lima tahun lebih gaji saya baru naik. Memang sih masih jauh dari UMR, tapi setidaknya instansi dimana tempat saya bekerja tersebut sudah berkenan menaikkan gaji tenaga wiyata bhakti seperti saya dan beberapa rekan lainnya. Dan yang luar biasa hebatnya adalah, kenaikan gaji tersebut dirapatkan bersama. Lho, itu kan sudah biasa mas? Mungkin diperusahaan-perusahaan swasta itu sudah biasa, namun di instansi sekolah, baru kali ini saya mengalaminya.

Biasanya kenaikan gaji tersebut hanya dibicarakan oleh beberapa pihak yang berwenang yang sudah ditunjuk oleh sekolah, namun kali ini benar-benar berbeda. Kenapa? Ya itu tadi, seluruh tenaga wiyata bhakti dikumpulkan untuk dengar pendapat perihal kenaikan gaji yang dihitung per Januari tahun ini.

Lalu kenapa harus ada suasana hati yang rada kecewa? Nah kita lanjutkan.

Kembali ke cerita, rapat tersebut berjalan dengan penuh canda. Eh, serius ini lho :)  Tapi ya namanya juga rapat, walaupun penuh canda, ada saja hal-hal "seru" yang terjadi di rapat itu. Memang sih tidak sempat lempar-lemparan kursi, apalagi nyembunyiin palunya sang ketua rapat. Hahaha. Tapi itu adalah suatu hal yang wajar dan biasa tentunya.

Singkat cerita, selesailah rapat itu dan diputuskanlah berapa-berapa kenaikan gaji untuk masing-masing pegawai. Dan namanya juga kebijakan, mana ada sih kebijakan yang sempurna, apalagi kebijakan tersebut menyangkut banyak orang. Pasti ada yang ngedumel, kecewa, senang, bahagia dan sebagainya.

Dan sekali lagi itu wajar. Bagi yang merasa sudah cukup kenaikannya, kemungkinan mereka akan bahagia. Sedangkan sebaliknya, jika ada yang merasa kurang, pasti dech dongkol adanya. Hehehe.

Lantas dimanakah posisi saya? Dongkol alias kecewa, atau justeru termasuk golongan yang berbahagia?

Karena suasana hati yang saya tulis diblog ini ada dua, yaitu bahagia dan kecewa, bahagia karena naik gajinya, lantas kecewanya dimana?

Ya kecewanya karena saya ingin agar gaji saya di atas 5 juta. Diberi tambahan penghasilan sebanyak 7 juta, diberikan fasilitas tambahan berupa kuda betina, serta mendapatkan batu akik yang harganya ratusan ribu dollar saja. Itu yang bikin saya kecewa! Hahahahaha......... Kuampret lu coy!

Ya begitulah manusia, selalu merasa kurang apa adanya. Maka bersyukur adalah kuncinya. Dan sepertinya saya harus belajar kembali tentang makna syukur yang sesungguhnya.

Nb. Tulisan ini dibuat dengan sesadar sadarnya dan masih hafal sama PANCASILA. So, enjoy aja ;)



Saturday, April 4, 2015

Upz, ternyata tukang parkir ini orang kaya

Kejadian ini terjadi kurang lebih setahun yang lalu ketika saya sama sekali tidak memiliki sepeda motor.

Lah kok bisa ndak punya motor mas? Suatu saat akan aku ceritakan selengkapnya di blog ini. Mudah-mudahan diberikan kemudahan dan kesempatan untuk menceritakannya. Hehehe.

Kembali ke laptop!

Sore itu, seperti biasa saya pulang menggunakan bus antar kota dalam provinsi. Jarak rumah yang lumayan jauh dari tempat kerja mengharuskan aku menggunakan bus sebagai sarana transportasi.

Apakah hanya bus? Tentu saja tidak. Lah wong rumahku termasuk kampung. So, sebelum menggunakan bus, terlebih dahulu saya menggunakan angkutan pedesaan sebagai shuttle nya. Wuih, keren amat bahasanya. Sok Enggris lo! Mbuehehehe.

Nah, pada kepulanganku saat itu, setelah turun dari bus saya menunggu angkutan pedesaan yang menuju ke kampung saya.

Seperti biasa, aku harus menunggu lama. Biasanya sih setengah sampai satu jam aku menunggu angkutan tersebut datang. Disaat menunggu seperti itu, tentu saja hal yang sangat mengasyikkan bagiku adalah berbincang-bincang dengan orang-orang yang sama-sama sedang menunggu angkutan yang sama. Wah, kampungan amat mas, kan lebih asyik disambi main fesbuk atau twitter mas? Hehehe.

Ah, saya lebih suka ngobrol dengan sesama penumpang dibanding browsing-browsing. Ya, asyik saja. Apalagi kalau yang diajak ngobrol adalah cewek cantik. Wuah, modus!

Ya ndak seperti itulah coy. Jujur sebagai generasi yang pernah dibesarkan di zaman Habibie dan Gus Dur, saya merindukan sesuatu yang bernama "percakapan langsung". Biasanya mereka adalah pedagang. Jarang yang berprofesi seperti saya. Ya maklumlah, mana ada pegawai kantoran seperti saya disaat seperti ini pada ndak punya sepeda motor. Iya nggak sih? Hahahaha.

Ada keasyikan tersendiri ketika berbincang dengan mereka. Nah, di sore itu saya berincang-bincang dengan tukang parkir. Tak seperti biasanya. Namun itulah yang terjadi.

Pada mulanya saya dikira pegawai LP. Mungkin karena waktu itu aku memakai baju keki. Setelah tahu pekerjaanku yang sebenarnya, kamipun dengan santai bercakap-cakap perihal keluarga pak tukang parkir ini.

Wah, ternyata pak tukang parkir ini minggu depan anaknya mau diwisuda. Hebat, batin saya. Tukang parkir seperti Beliau ternyata memiliki puteri yang cerdas (kuliah di PTN ternama) dan mau wisuda lagi. Kata Beliau sih cumlaude.

Lalu bagaimana bisa tukang parkir seperti Beliau mampu menguliahkan puterinya hingga selesai? Usul punya usul, ternyata Beliau memiliki kebun sawit di Sumatera.

Hmmm.... Pengen lagi saya ceritakan lebih detail. Namun malam ini saya harus kumpulan RT di rumah tetangga sana :)

Dan ilmu yang saya dapatkan dari penggalan kisah ini bahwasanya kita tidak bisa menilai seseorang dari "bajunya" saja. Bagaimana menurut Anda?

:)

Featured Post

Karakteristik Meeting Room yang Sesuai untuk Meeting

Karakteristik Meeting Room - Menjamurnya bisnis startup mendorong bermunculannya perusahaan pelayanan coworking space dan private space. Be...