Apa kabar waktu?
Terima kasih masih menyempatkan bersua denganku.
Sekian lama aku bercumbu denganmu, kuharap engkau tahu betapa manisnya aku.
Kemarin dan sekarang hanyalah kamu.
Pun demikian besok....
Aku berharap masih bersanding denganmu ditemani langit-langit rumah yang mulai membiru.
Apa kabar waktu? Aku bersyukur masih melihat wajahmu.
Tatih-tatih langkahku masih tegap mengarah ke jiwamu.
Oh rasa....
Begitu warna langit teramat indah ketika bercanda denganmu.
Apa kabar waktu?
Semoga sisa-sisa rindu ini berakhir dengan manis di pojok sungai itu.
Sungai yang didalamnya mengalir air-air putih.
Ditemani bidadari-bidadari yang masih perawan itu.
Oh... apa kabar waktu?
Marilah kita bercinta disela rindu itu.... Syahdu....
Friday, May 8, 2015
Wednesday, May 6, 2015
SAMPAH-SAMPAH DI SAWAH
Kemarin, pagi-pagi sekali, aku harus bergegas mengantar isteriku ke salah satu universitas ternama di Purwokerto untuk mengikuti seminar. Kalau ndak salah, seminar yang diikuti oleh isteriku adalah seminar perpajakan. Maklumlah, isteriku itu kan bergelut di dunia akuntansi. So, dengan penuh semangat ia mengikuti seminar tersebut. Apalagi di seminar itu ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya waktu kuliah dulu. Ramai, kata isteriku.
Okey, aku ndak akan membincangkan keseruan "reunian" isteriku dengan beberapa sahabatnya waktu kuliah dulu, aku hanya ingin mengatakan pada manusia-manusia yang biasa lalu lalang di sekitar areal persawahan di universitas tersebut. Oh ya, areal persawahan tersebut berada di sebelah tenggara universitas tersebut. Aku hanya ingin mengatakan, "Please jangan buang sampah di sawah!" Gitu aja :)
Entah apa yang ada dipikiran mereka-mereka yang membuang sampah di areal persawahan tersebut. Kok bisa-bisanya membuang sampah di sawah. Padahal di sebelah barat sawah-sawah tersebut masih ada lahan kosong. Bahkan ada tempat pembakaran sampah. Huh, menyedihkan!
Selain "mengotori" sawah, sampah-sampah tersebut sungguh mengganggu pemandangan, terutama pemandangan mataku ini ;)
Pertanyaanku, sampai kapan sawah tersebut akan terkotori oleh tangan-tangan manusia yang notabene juga makan nasi. Ya, nasi. Bukankah sebagian besar nasi yang kita makan sehari-hari adalah nasi yang berasal dari gabah di sawah?
Sudahlah, aku akhiri saja cerita sampah-sampah di sawah itu seraya berharap semoga ada kepedulian dari warga sekitar, terutama para mahasiswa yang biasa melewati areal persawahan tersebut. Bukankah mahasiswa adalah salah satu corong perubahan? Hehehe.
Untuk saya pribadi, cukuplah mengambil sedikit sampah tersebut. Kenapa sedikit? Karena hari sudah siang dan aku harus bergegas menuju ke tempat kerjaku yang jaraknya 40-an kilometer dari sawah tersebut ;)
Untuk pemerintah daerah bagaimana? Ya silahkan bekerja sebagaimana mestinya. Bukankah Banyumas baru saja melaunching Better Banyumas pada hari jadinya kemarin? :)
Okey, aku ndak akan membincangkan keseruan "reunian" isteriku dengan beberapa sahabatnya waktu kuliah dulu, aku hanya ingin mengatakan pada manusia-manusia yang biasa lalu lalang di sekitar areal persawahan di universitas tersebut. Oh ya, areal persawahan tersebut berada di sebelah tenggara universitas tersebut. Aku hanya ingin mengatakan, "Please jangan buang sampah di sawah!" Gitu aja :)
Entah apa yang ada dipikiran mereka-mereka yang membuang sampah di areal persawahan tersebut. Kok bisa-bisanya membuang sampah di sawah. Padahal di sebelah barat sawah-sawah tersebut masih ada lahan kosong. Bahkan ada tempat pembakaran sampah. Huh, menyedihkan!
Selain "mengotori" sawah, sampah-sampah tersebut sungguh mengganggu pemandangan, terutama pemandangan mataku ini ;)
Pertanyaanku, sampai kapan sawah tersebut akan terkotori oleh tangan-tangan manusia yang notabene juga makan nasi. Ya, nasi. Bukankah sebagian besar nasi yang kita makan sehari-hari adalah nasi yang berasal dari gabah di sawah?
Sudahlah, aku akhiri saja cerita sampah-sampah di sawah itu seraya berharap semoga ada kepedulian dari warga sekitar, terutama para mahasiswa yang biasa melewati areal persawahan tersebut. Bukankah mahasiswa adalah salah satu corong perubahan? Hehehe.
Untuk saya pribadi, cukuplah mengambil sedikit sampah tersebut. Kenapa sedikit? Karena hari sudah siang dan aku harus bergegas menuju ke tempat kerjaku yang jaraknya 40-an kilometer dari sawah tersebut ;)
Untuk pemerintah daerah bagaimana? Ya silahkan bekerja sebagaimana mestinya. Bukankah Banyumas baru saja melaunching Better Banyumas pada hari jadinya kemarin? :)
Saturday, May 2, 2015
BACK TO THE BOOK
Sebelumnya walaupun terlambat, saya ucapkan selamat Hari Buruh untuk kita semua (saya kan termasuk buruh). Dan khusus hari ini, saya ucapkan selamat Hari Pendidikan Nasional untuk seluruh warga bangsa di Indonesia Raya tercinta ini. Semoga setiap anak bangsa, tanpa terkecuali, dapat mencicipi pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Amiin. #optimis
Berkenaan dengan hari pendidikan nasional ini, saya akan menulis hal yang masih berkaitan dengan pendidikan. Apa itu? budaya membaca.
Tulisan ini terinspirasi ketika pagi tadi saya melihat informasi di salah satu televisi swasta di negeri ini. Dalam berita tersebut dikatakan bahwa menurut UNESCO, minat baca di negeri ini termasuk rendah. Berdasarkan penelitian UNESCO, konon dari 1.000 orang hanya 1 orang saja yang terbiasa dengan budaya membaca. Nah lho... Memprihatinkan. Masih kalah dengan tetangga sebelah, yaitu Thailand dan Malaysia apa lagi Jepang. Konon katanya, minat baca di jepang sudah mencapai angka 85%. Keren kan?
Lalu, bagaimana yah dengan saya sendiri? Hohohoho....
Seingat saya, sebelum saya duduk di bangku Sekolah Dasar, saya sudah bisa membaca. :) Dan ketika saya SD, saya suka membaca berbagai buku dongeng dan majalah yang ada di perpustakaan maupun di rumah sendiri. Kebetulan, ayah dan nenek saya sering mengumpulkan buku yang saya sendiri tidak tahu entah dari mana buku-buku itu ;)
Menginjak SMP, kebetulan sekali sekolahku mewajibkan murid-murid untuk berlangganan salah satu majalah pendidikan. Jangan salah, di majalah tersebut juga berisi berbagai hal yang berhubungan dengan dunia anak muda seperti musik, artis, puisi. cerpen, dan cerbung. Kebetulan juga perpustakaan di sekolahku bukunya bagus-bagus. So, seringkali aku membayar denda ke perpustakaan karena saking banyaknya buku-buku yang telat aku kembalikan ke perpustakaan. Hehehe....
Menginjak SMA, aku masih sering lho ke perpustakaan. Namun intensitasnya tidak seperti sewaktu masih di SMP dulu. Hehehe... Sudah mulai berkeliaran di dunia luar soalnya. Hahahaha....
Semasa kuliah yah sama lah.... Jarang ke perpustakaan, Tapi.... beli buku sendiri! :)
Nah, yang hebat itu sewaktu jadi pengangguran. Walaupun nggak nganggur-nganggur amat, tapi aku berlangganan salah satu majalah lho. Dan kebetulan punya beberapa teman yang punya buku-buku bagus. Akhirnya, sering minjem sini minjem sana dech :)
Ketika bekerja, hampir setiap bulan aku sisihkan uang gajianku untuk membeli buku. Sebagian besar buku-buku yang aku beli adalh buku-buku tentang motivasi, religi, cerpen, dan komputer. Kebiasaan membeli buku itu berangsur hilang ketika aku menikah. Maklumlah, sudah punya tanggungan dan gajianku sungguh tak seberapa ;)
Tapi untunglah, isteriku berlangganan majalah. So, kebiasaan membaca masih bisa terjaga. Dan kebetulan sekali sekarang di perpustakaan tempatku bekerja bukunya bagus-bagus banget dan koleksinya lumayan banyak. Bahkan buku-buku terbarupun ada disana. Walau hanya beberapa. Alhasil, tiap ada waktu senggang, aku nyuri-nyuri waktu ke perpustakaan untuk membaca buku dan pinjam buku tentunya :) Sekarang lagi menyelesaikan Rumah Kaca-nya oom Pram :)
Oh senangnya bisa kembali bergelut dengan buku. Impianku, dapat membuat perpustakaan pribadi di rumahku. Ya kalau dihitung-hitung sekarang ada sekitar 90 atau seratusan buku dan majalah yang aku punya :)
Bagaimana dengan Anda?
Thursday, April 30, 2015
CINDERELLA DAN SEPATU KACA(U)
Tak seperti biasanya, sehabis kondangan isteriku ngajak belanja di salah satu supermarket terkenal di Purwokerto. Tak seperti biasanya, karena kebiasaan kami setelah kondangan ya langsung pulang ke rumah, ndak ada acara-acaraan lagi. He he he. Apalagi waktu itu turun hujan.... Hmmmm, sesuatu banget :)
Alhasil, dengan pakain "formil" kondangan kamipun berbelanja di supermarket tersebut. Aneh juga sih, baru kali ini kami mengenakan baju kondangan ke supermarket. Gemana gitu....... :)
Sebagai lelaki yang sudah menikah, percayalah, bahwasanya menemani isteri ke supermarket adalah kebahagiaan tersendiri. Lupakan sejenak tentang dompet yang mungkin terkuras. Lupakan sejenak tentang troli- troli berat yang harus didorong. Lupakan juga kebosanan ketika isteri milih itu milih ini dengan lamanya. Kenapa? Karena banyak SPG cantik-cantik disana.... Hahahahahahhahaaa....... #MODUS
Sebenarnya saya bingung juga, baru kali ini isteriku maksa-maksa bingit untuk belanja. Mau beli apakah gerangan? Eng ing ong.... Ternyata sepatu :)
Ya .... cuman beli sepatu. Dan sudah menjadi kebiasaan, disamping sebagai suami, aku memang sudah ditunjuk secara resmi tanpa SK oleh isteriku untuk menjadi penasihat ulung dibidang pakaian dan berbagai macam asesoris yang biasa diapakai isteriku. Oleh karena itulah, aku harus ikut menentukan sepatu mana yang akan dibeli oleh isteriku ;)
Akhirnya, mataku tertuju pada sepasang sepatu warna hijau yang cukup unik. Wah, sesuai nih. Batinku. Langsung saja aku "seret" isteriku (hahahaha bahasanya....) untuk melihat sekaligus mencoba sepatu hijau itu.... and, seperti yang sudah aku kira, hijau adalah warna favorit isteriku, begitu melihat warnanya saja dia langsung senyam senyum kaya apa gitu... hahaha... Dan ukurannyapun cocok markocok. Dan harganya? Wuihhhh.... ternyata sesuai isi dompet dan isi ATM seluruh pengunjung warteg di kampungku. Hahahaa.... Akhirnya, jadilah isteriku membeli sepatu itu.
Ketika mau ke kasir, eit.... Tiba-tiba saja isteriku nyeletuk sembari memandang sepatu coklatku yang basah karena kehujanan tadi.
"Abi.... Sepatu abi kok ketawa-ketawa seperti itu!"
Langsung saja aku lihat sepatuku yang kebetulan sepatu favoritku... Oh My God, ternyata sepatuku memang tertawa alias rusak pada bagian depan. Upz, mengelupas!
Weleh, ternyata bukan hanya sepatu Cinderellaku yang mulai rusak, ternyata sepatuku juga mulai kacau.... Hahaha....
Tuesday, April 28, 2015
Siapa saja berhak untuk galau, termasuk elo dan gue
Okey mas bro dan mbak sist, kali ini kita akan membicarakan masalah galau. Hmmm, kayaknya asyik nich, sore-sore ngebahas galau sambil ngopi or minum teh hijau. Sueger......
Tahukah kalian, bahwasanya salah satu kehebatan dari si galau ini, ia tak pandang siapa. Kok bisa? Ya tentu saja bisa. Karena galau tak punya mata. Kalau dia punya mata, kayaknya dia bakalan milih manusia-manusia yang kuat saja. Lho kok bisa? Ya biar si galau lekas pergi. Kalau nyemplung ame manusia lemah, wah bisa berabad-abad baru bisa keluar tuh dari tubuh itu. Lebay!
Laiknya cinta dan banci, eh benci. Galau ini pun dapat tumbuh dan berkembang pada siapa saja. Wah kaya klinik saja ya, tumbuh dan berkembang. Mbuehehhe....
Anak-anak, ABG, anak yang bener-bener sudah gede, orang tua, orang waras, orang gila (wkwkwk), tukang becak, pegawai negeri, karyawan, pengusaha, pengamen, presiden, yang kurus, yang gemuk, yang lurus, yang bengkok, yang bulet, yang bodoh, yang pinter kerap ia kunjungi.
Pokoknya galau itu ibarat pengelana. Langit sebagai atap rumahnya dan bumi sebagai lantainya. Hidupnya menyusuri jalan. Sisa orang yang aku makan. #malah nyanyi.
Ngawur! Emangnya pernah survey mas bro? Kok berani nulis kek gitu? Ya karena semuanya manusia mas bro. Pastinya ya pernah galau. Hehehe.
Siapa sih yang tak pernah galau? Bahkan konon, para pemuka Agama atau para rohaniawan merupakan manusia-manusia yang mempunyai tingkat kegalauan paling tinggi.
Apalagi di zaman seperti ini. Zaman dimana yang salah bisa menjadi benar, dan yang benar bisa disulap menjadi salah.
Merekalah para rohaniawan yang paling galau kalau sudah seperti ini. Kok tahu? Ya tahu lah. Karena gue pernah berbincang-bincang dengan beberapa diantara mereka. Sungguh mereka memiliki tingkat kegalauan yang teramat tinggi dimana ketika manusia-manusia sudah mulai berani melawan Tuhannya.
Galau memang identik dengan sifat kemanusiaan. Manusia yang tidak pernah galau justeru dipertanyakan kemanusiaannya. Hanya saja, galau yang seperti apa yang dimaksud?
Jika kita galau karena adanya ketidakbenaran dalam hidup, maka galau seperti itu adalah galau yang diperbolehkan, bahkan wajib. Gemana nih maksudnya? Kenapa wajib?
Tentu saja wajib. Coba elo jawab pertanyaan berikut ini. Apakah elo tidak galau ketika banyak ketidakbenaran semakin merajai di sekelilingmu?
Fitnah, korupsi, kolusi dan aneka kejahatan lainnya yang berada dilingkungan sekitarmu.
Tidak galau bang! Wah wah wah.... Buahaya itu.
Jika ada galau yang sifatnya wajib, lalu ada gak sih galau yang sifatnya kagak wajib? Sunah gitu? Wehehehe...
Tentu saja ada! Untuk lebih lanjutnya, kita ikuti dulu dech pesan-pesan berikut ini!
Eng ing ong...
Ada ada saja bang darsono ini. Pakai iklan segala. Emangnya acara kawinan apa? Hikz.
Contoh galau yang tidak wajib itu misalnya, galau karena putus cinta. Wah, jlep banget nih bang. Masa putus cinta tidak galau? Kelainan ini!
Tunggu sebentar yah. Jika elo merasa bahwa elo itu cewek or cowok yang perkasa, harusnya ketika elo putus dengan pacar elo maka elo akan bilang, “Gue rapopo.” Jangan sampai elo bilang, “Sakitnya tuh disini.” Sembari memegang upil kamu. Eh!
Jika elo putus dengan pacar, seperti yang sudah biasa kita baca dan kita dengar, maka kalimat yang semestinya keluar dari hati elo adalah ucapan terima kasih.
Terima kasih atas petunjuk yang diberikan oleh Tuhan. Petunjuk bahwasanya mantan lo itu bukanlah orang yang terbaik untuk mendampingi hidup lo. Dengan putus, maka Tuhan telah memberikan petunjuk kepada elo guna nyari pasangan yang lebih baik lagi. Gitu...
Makanya jika elo putus cinta, harusnya elo jangan galau, tapi ... menangislah! #wehlah
Wah kok jadi panjang lebar kayak rumus persegi panjang yah?
Intinya, siapa saja bisa dan berhak dihinggapi perasaan galau ini. Karena galau adalah salah satu sifat yang bernilai universal bagi makhluk-Nya. Wuihhh bahasanya....
So, sudahkah kalian galau di hari ini?
Hehehe....
Tahukah kalian, bahwasanya salah satu kehebatan dari si galau ini, ia tak pandang siapa. Kok bisa? Ya tentu saja bisa. Karena galau tak punya mata. Kalau dia punya mata, kayaknya dia bakalan milih manusia-manusia yang kuat saja. Lho kok bisa? Ya biar si galau lekas pergi. Kalau nyemplung ame manusia lemah, wah bisa berabad-abad baru bisa keluar tuh dari tubuh itu. Lebay!
Laiknya cinta dan banci, eh benci. Galau ini pun dapat tumbuh dan berkembang pada siapa saja. Wah kaya klinik saja ya, tumbuh dan berkembang. Mbuehehhe....
Anak-anak, ABG, anak yang bener-bener sudah gede, orang tua, orang waras, orang gila (wkwkwk), tukang becak, pegawai negeri, karyawan, pengusaha, pengamen, presiden, yang kurus, yang gemuk, yang lurus, yang bengkok, yang bulet, yang bodoh, yang pinter kerap ia kunjungi.
Pokoknya galau itu ibarat pengelana. Langit sebagai atap rumahnya dan bumi sebagai lantainya. Hidupnya menyusuri jalan. Sisa orang yang aku makan. #malah nyanyi.
Ngawur! Emangnya pernah survey mas bro? Kok berani nulis kek gitu? Ya karena semuanya manusia mas bro. Pastinya ya pernah galau. Hehehe.
Siapa sih yang tak pernah galau? Bahkan konon, para pemuka Agama atau para rohaniawan merupakan manusia-manusia yang mempunyai tingkat kegalauan paling tinggi.
Apalagi di zaman seperti ini. Zaman dimana yang salah bisa menjadi benar, dan yang benar bisa disulap menjadi salah.
Merekalah para rohaniawan yang paling galau kalau sudah seperti ini. Kok tahu? Ya tahu lah. Karena gue pernah berbincang-bincang dengan beberapa diantara mereka. Sungguh mereka memiliki tingkat kegalauan yang teramat tinggi dimana ketika manusia-manusia sudah mulai berani melawan Tuhannya.
Galau memang identik dengan sifat kemanusiaan. Manusia yang tidak pernah galau justeru dipertanyakan kemanusiaannya. Hanya saja, galau yang seperti apa yang dimaksud?
Jika kita galau karena adanya ketidakbenaran dalam hidup, maka galau seperti itu adalah galau yang diperbolehkan, bahkan wajib. Gemana nih maksudnya? Kenapa wajib?
Tentu saja wajib. Coba elo jawab pertanyaan berikut ini. Apakah elo tidak galau ketika banyak ketidakbenaran semakin merajai di sekelilingmu?
Fitnah, korupsi, kolusi dan aneka kejahatan lainnya yang berada dilingkungan sekitarmu.
Tidak galau bang! Wah wah wah.... Buahaya itu.
Jika ada galau yang sifatnya wajib, lalu ada gak sih galau yang sifatnya kagak wajib? Sunah gitu? Wehehehe...
Tentu saja ada! Untuk lebih lanjutnya, kita ikuti dulu dech pesan-pesan berikut ini!
Eng ing ong...
Ada ada saja bang darsono ini. Pakai iklan segala. Emangnya acara kawinan apa? Hikz.
Contoh galau yang tidak wajib itu misalnya, galau karena putus cinta. Wah, jlep banget nih bang. Masa putus cinta tidak galau? Kelainan ini!
Tunggu sebentar yah. Jika elo merasa bahwa elo itu cewek or cowok yang perkasa, harusnya ketika elo putus dengan pacar elo maka elo akan bilang, “Gue rapopo.” Jangan sampai elo bilang, “Sakitnya tuh disini.” Sembari memegang upil kamu. Eh!
Jika elo putus dengan pacar, seperti yang sudah biasa kita baca dan kita dengar, maka kalimat yang semestinya keluar dari hati elo adalah ucapan terima kasih.
Terima kasih atas petunjuk yang diberikan oleh Tuhan. Petunjuk bahwasanya mantan lo itu bukanlah orang yang terbaik untuk mendampingi hidup lo. Dengan putus, maka Tuhan telah memberikan petunjuk kepada elo guna nyari pasangan yang lebih baik lagi. Gitu...
Makanya jika elo putus cinta, harusnya elo jangan galau, tapi ... menangislah! #wehlah
Wah kok jadi panjang lebar kayak rumus persegi panjang yah?
Intinya, siapa saja bisa dan berhak dihinggapi perasaan galau ini. Karena galau adalah salah satu sifat yang bernilai universal bagi makhluk-Nya. Wuihhh bahasanya....
So, sudahkah kalian galau di hari ini?
Hehehe....
Aku dan Jennifer Lopez
Semenjak perkenalanku dengan Jennifer Lopez alias Jelo, aku makin kesengsem dengan tingkah lakunya yang menggemaskan. Perkenalanku itu berlangsung ketika aku masih duduk di bangku SMA. Sungguh mengesankan bisa berkenalan dengan artis sekaliber Jelo. Ruaarrr binasa... Begitu kata iklan di tivi yang bisa mewakili isi hatiku dan isi dompetku tentunya. Mbuehehehe....
Seperti pepatah lama, witing tresna jalaran saka kulina atau dalam bahasa enggrisnya, waiting tresyen bikos of kuleyen, maka seiring berjalannya waktu, aku semakin kesengsem sama Jelo. Bagiku, walaupun dia beda agama, beda budaya, dan beda tinggi badan tentunya, namun cintaku ternyata tumbuh tak terhentikan seperti rambut yang ada di anuku, itu... di kepalaku maksudnya.
Dan begitulah cinta..... Dari dulu deritanya itu-itu saja. Begitu kata siluman basi dalam film Kerak Sakit. Seperti itu juga kisah cintaku....
Walaupun aku sudah sangat mencintainya, tapi apa daya, ia tak dapat melihat wajahku yang ketampanannya tak terbantahkan (versi majalah TRABAS).
Lha bagaimana dia bisa melihatku, wong selama ini aku hanya mengenalnya lewat tivi kok ;) Oh, Jelo... Kutunggu sendal kau.... Wekekekekek.....
Seperti pepatah lama, witing tresna jalaran saka kulina atau dalam bahasa enggrisnya, waiting tresyen bikos of kuleyen, maka seiring berjalannya waktu, aku semakin kesengsem sama Jelo. Bagiku, walaupun dia beda agama, beda budaya, dan beda tinggi badan tentunya, namun cintaku ternyata tumbuh tak terhentikan seperti rambut yang ada di anuku, itu... di kepalaku maksudnya.
Dan begitulah cinta..... Dari dulu deritanya itu-itu saja. Begitu kata siluman basi dalam film Kerak Sakit. Seperti itu juga kisah cintaku....
Walaupun aku sudah sangat mencintainya, tapi apa daya, ia tak dapat melihat wajahku yang ketampanannya tak terbantahkan (versi majalah TRABAS).
Lha bagaimana dia bisa melihatku, wong selama ini aku hanya mengenalnya lewat tivi kok ;) Oh, Jelo... Kutunggu sendal kau.... Wekekekekek.....
Monday, April 27, 2015
Life must gogon.... eh, go on
Hampir setiap minggu bahkan hari, ada saja keluh kesah tentang hidup dan kehidupan yang konon semakin susah saja di negeri ini.
Keluh kesah tersebut bukan hanya nangkring di dunia maya saja, tapi pada kehidupan nyatapun demikian, sama saja.

Mulai dari mengeluh soal harga-harga kebutuhan pokok yang naik, mengeluh karena biaya hidup lainnya yang juga semakin tinggi, sampai keluhan yang berbau politikpun tercurah hampir tiap hari di ranah-ranah sosial.
Sebenarnya sih keluhan itu wajar-wajar saja. Ya namanya juga manusia. Dulu ketika BBM naik, saya termasuk gerombolan keluhers. Mbuehehehe. Bagaimana ndak ngeluh, biasanya sehari cuman Rp. 15 ribu, gara-gara BBM naik, biaya bensin beserta biaya transport saya harus ikut menyesuaikan kenaikan tersebut. Padahal gaji saya waktu itu belum naik. Lha, makjleb banget mbok? :P
Memang sih ada motivator yang bilang, bahwa harga-harga yang naik bukanlah suatu masalah. Yang penting kita bisa menaikkan pendapatan kita. Jika tidak bisa menaikkan pendapatan, maka berhematlah dan pintar-pintarlah mengatur uang. Hmmm...
Terasa bijak sekali omongan itu. Namun bagaimana dengan orang-orang yang memang tidak mampu menaikkan pendapatan karena kehidupannya mau tidak mau tergantung pada uang gajian bulanan mereka?
Bagaimana juga dengan orang-orang yang memang sudah hemat? Apalagi yang mau dihematin? Heuheueheu.....
Lantas, bagaimana pula nasib orang-orang yang memang sudah mengatur dengan pintar keuangannya? Apalagi yang perlu diatur? Mbuehehe...
Namun, begitulah seni kehidupan ini. Life must gogon eh, go on!
Jika kita terlalu menyalahkan pemerintahan, itu juga tidak fair dan bukan solutif. Bukankah kita sendiri juga ikut andil dalam memilih mereka?
Nah, dengan sedikit tulisan yang ada di blog ini, saya berharap masih ada beberapa jengkal kebahagiaan yang masih tertanam di hati anak-anak bangsa ini. Bukankah kebahagiaan adalah sebuah pilihan?
Marilah kita lanjutkan hidup, perkuat diri, tingkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang hidup dan kehidupan. Bukankah Tuhan senantiasa berjalan di atas segala pengharapan?
Mari bergerak!
:)
Keluh kesah tersebut bukan hanya nangkring di dunia maya saja, tapi pada kehidupan nyatapun demikian, sama saja.

Mulai dari mengeluh soal harga-harga kebutuhan pokok yang naik, mengeluh karena biaya hidup lainnya yang juga semakin tinggi, sampai keluhan yang berbau politikpun tercurah hampir tiap hari di ranah-ranah sosial.
Sebenarnya sih keluhan itu wajar-wajar saja. Ya namanya juga manusia. Dulu ketika BBM naik, saya termasuk gerombolan keluhers. Mbuehehehe. Bagaimana ndak ngeluh, biasanya sehari cuman Rp. 15 ribu, gara-gara BBM naik, biaya bensin beserta biaya transport saya harus ikut menyesuaikan kenaikan tersebut. Padahal gaji saya waktu itu belum naik. Lha, makjleb banget mbok? :P
Memang sih ada motivator yang bilang, bahwa harga-harga yang naik bukanlah suatu masalah. Yang penting kita bisa menaikkan pendapatan kita. Jika tidak bisa menaikkan pendapatan, maka berhematlah dan pintar-pintarlah mengatur uang. Hmmm...
Terasa bijak sekali omongan itu. Namun bagaimana dengan orang-orang yang memang tidak mampu menaikkan pendapatan karena kehidupannya mau tidak mau tergantung pada uang gajian bulanan mereka?
Bagaimana juga dengan orang-orang yang memang sudah hemat? Apalagi yang mau dihematin? Heuheueheu.....
Lantas, bagaimana pula nasib orang-orang yang memang sudah mengatur dengan pintar keuangannya? Apalagi yang perlu diatur? Mbuehehe...
Namun, begitulah seni kehidupan ini. Life must gogon eh, go on!
Jika kita terlalu menyalahkan pemerintahan, itu juga tidak fair dan bukan solutif. Bukankah kita sendiri juga ikut andil dalam memilih mereka?
Nah, dengan sedikit tulisan yang ada di blog ini, saya berharap masih ada beberapa jengkal kebahagiaan yang masih tertanam di hati anak-anak bangsa ini. Bukankah kebahagiaan adalah sebuah pilihan?
Marilah kita lanjutkan hidup, perkuat diri, tingkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang hidup dan kehidupan. Bukankah Tuhan senantiasa berjalan di atas segala pengharapan?
Mari bergerak!
:)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Featured Post
Karakteristik Meeting Room yang Sesuai untuk Meeting
Karakteristik Meeting Room - Menjamurnya bisnis startup mendorong bermunculannya perusahaan pelayanan coworking space dan private space. Be...

-
Kepemimpinan Otentik Menurut Albrecht (2006), penulis buku Social Intelligence, otentik menunjukkan seberapa jujur dan tulus seseorang pada ...
-
Cinta bukanlah dagangan yang dijajakan di pinggir-pinggir trotoar jalan. Tapi bukan berarti ia tak ada di trotoar-trotoar itu. Ia senantiasa...
-
Malam semakin larut. Biduan-biduan cantik dari grup organ tunggal yang sedang meramaikan pesta pernikahan itu semakin menggairahkan. Tidak...