Friday, October 3, 2014

MASIH SAMA

Tak seperti biasanya, hari ini si Panjul tampak lusuh. Minum tak bergairah, makanpun tak enak. Bayangkan, sehari dia hanya makan delapan kali dan minum hanya menghabiskan sedikitnya empat galon mineral ukuran jumbo. Hanya dalam sehari. Sungguh mengenaskan. #loncat tembok

"Njul, lusuh amat kamu ? Makanya kalau mandi di irigasi, jangan di WC. Biar mukamu keren kayak artis Korea... Mmmm siapa tuh namanya.... Oh ya aku ingat... namanya.....JIAND BUSUK ! Hahahahahahha......." #loncat tembok lagi... kali ini temboknya tinggi, akhirnya lo pade nyungseb semua... wkwkwkwk...

"Bercanda saja kau Lun. Mukaku lusuh bukan karena keseringen mandi di WC putri, tapi karena aku jarang mandi saja. Ya paling seminggu sekali dalam lima bulan. Maklumlah, lagi pusing mikirin nasib bangsa." Jawab Panjul dengan gaya ke nenek nenekkan... #kali ini temboknya yang ngeloncat.

Oh ya, hampir lupa. Lelaki yang sedang bercakap-cakap dengan Panjul itu namanya Dailun. Dia sebaya dengan Panjul. Satu SD. Tapi Dailun tidak lulus. Lho kok tidak lulus ? Iya, bokapnya Dailun meninggal waktu Dailun masih kelas 5 SD. Penyakit paru-paru dan liver yang menyebabkan bokapnya Dailun meninggal. Keluarga Dailun, baik dari pihak bokap maupun nyokap merupakan kalangan keluarga yang tak punya alias misscal, eh miskin. Jangankan buat berobat, untuk makan sehari-hari saja bokapnya Dailun harus banting tulang, banting daging dan banting apapun yang  bisa dibanting. Ya tentunya demi menghidupi Isterinya, anaknya (Dailun dan kedua adik Dailun yang masih kecil). Setelah bokap Dailun meninggal, kini giliran Dailun yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia bekerja serabutan. Mulai dari nyabut rumput sampai nyabut gigi tetangga sebelah. Baiklah, kita sudahi dulu cerita perihal keluarga Dailun. Terlalu sedih dilupakan, terlalu sedih dikenangkan. Setelah aku jauh berjalan... Dan kau....    #malah nyanyi.... #sampluk sisan !

Kembali ke tengtop..............



"Kamu lagi ada masalah njul ? Kok tidak seperti biasanya. Biasanya kan kamu ceria njul. Loncat-loncatan di tiang listrik, menari-nari di atas antena parabola, dan nyanyi-nyanyi di kolong ember. Whats up bro ?" Si Dailun mencoba bertanya pada Panjul dengan menggunakan metode deduktif dan kualitatif. #Jlep !

" Ya aku kan sudah katakan tadi. Aku lusuh karena sedang memikirkan nasib bangsa. Masa kamu gak percaya Lun ?" Jawab Panjul sambil makan tembakau. #eh !

"Ha ha ha ha. Guayamu... le ... le ... Lah wong mikirin awakmu saja kamu belum becus. Masa kamu mau mikirn bangsa. Dari mana datangnya lintah... eh, dari mana ceritanya ? Ga usah belagu kelesss...."

"Wah Lun, kamu benar-benar mengejek kemampuanku yang super ini. #megang jidat. Begini Lun.... Beberapa hari ini aku tidurnya pagi."

"Halah... Pagi-pagi tidur lah iya kamu Njul...." seloroh Dailun.

"Husss... Serius Lun ! Aku nonton tivi. Acaranya seru bingit tekong.. eh, tahu.... " Panjul mulai beraksi sembari mengenakan kaosnya yang seksi.

"Acara apa itu Njul ? Film unyil yah ? Hahahahha.........."

"Ealah ni bocah. Ndak percaya sama bualanku. Itu Lun, acara tivinya menyuguhkan adegan yang ada walk outnya. Konon katanya, ada perubahan perihal coblosan  Bupati, Gubernur, sama wali kota . Seru bingit Lun....  Sampai pagi, live lagi. Wuihh seru.... Eh, selang beberapa hari lagi, ada adegan yang hampir sama. Kali ini masalahnya lain lagi Lun.... Itu lho..."

"STOP ! " dengan gaya Polantas yang penuh wibawa, Dailun langsung menutup mulut Panjul dengan karung yang ia bawa. Entah kucing mana yang merasuki tubuhnya. Tiba-tiba wajahnya garang dan cara berbicaranyapun berubah. #Ksatria Baja Hitam kaleee.

"Dengerin ya Njul.  Mau coblosan model apapun, mau milih kayak apapun. Mau ini kek, mau itu kek. Pokoknya, apapun yang sedang diributkan di televisi itu, GUE KAGAK PEDULI !.... Toh dari dulu, semenjak bokap gue masih ada, sampai gue gede seperti ini, warung yu Jum masih sama seperti dulu. Reot !"

Panjul : " ???????????!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"









Tuesday, September 30, 2014

G30/S- Lupa ..............

Tak seperti pagi biasanya, hari ini aku bangun siang. Yupz, jam 6 ! Hebat kan ?

Lha kok bisa ? Ya bisa sajalah. Burung saja bisa terbang. Ya kan ? #garuk celana

Pekerjaan mungkin bukan alasan, tapi memang itulah kenyataannya. Sebagai petugas pendataan sekolah alias DAPODIK, tanggal 30 September ini merupakan garis mati ( dead line ) batas waktu pengiriman data. So (to babat), kemarin berkejar-kejaran dengan waktu. #anjing kali main kejar

Lembur di sekolah sampai jam delapan malam. Dilanjut di rumah mungilku sampai pagi. Menjelang subuh masih belum kelar juga. Sehabis sholat subuh, mungkin saking lelahnya, tertidur sampai jam enam. Wah !

Alhasil, berangkat kerja pun telat. Yes !  #bathukmu.

Sembari menaiki si jengki, Yamaha RS 100 thn 74 ku tercinta, aku berangkat. Ugh, asyik juga berangkat kesiangan. Tak terlalu banyak, terutama sepeda motor yang dikendarai oleh manusia-manusia yang kerjanya jam 7 pagi dan juga anak-anak sekolah tentunya. Semrawut ! Mungkin itu kata yang tepat untuk melukiskan gambaran pagi di jalanan raya yang biasa aku lewati.

Ada pemandangan menarik ketika aku berada di sekitar Patikraja sebelum Bendung Gerak Serayu. Di pinggir jalan, di depan salah satu rumah, terlihat seorang wanita setengah baya memasang bendera. Sejenak aku terhenyak dan bertanya-tanya. Pertanyaanku kali ini tidak begitu banyak. Bukan pilihan ganda, apalagi essay yang ndak jelas jawabannya. #dhizyeg

Hari apa ini ? Perasaan, sedari aku berangkat dari rumah (berangkat pukul 08.00 Waktu bagian dompetku... wkwkkwkwwk) tak satupun bendera terpasang. Dan melihat cara memasangnya, sepertinya wanita itu akan memasang bendera setengah tiang. Hari apa ini ? Tanggal berapa ini ?

Oalah, hari ini tanggal 30 September. Apa pula ini ? Tanggal apa ini ? Apa harus memasang bendera setengah tiang ? Apa yang pernah terjadi di tanggal 30 September di negeri ini ?

Ough, entahlah...... lupa !

Ya lupa ! Bukankah salah satu sifat bangsa ini adalah pelupa ?

Lupa sama ... Ahhh... Sudahlah..... Setidaknya dengan lupa, kita bisa mengobati sedikit luka.

Monday, September 29, 2014

PINTAR = SUKSES ? Sstttt... Tunggu Dulu bro !

Sebenarnya saya malu untuk menulis hal-hal seperti ini. Tapi tak pikir-pikir rasanya saya harus menulis ini. Bukankah takdir bergerak mengikuti pergerakan orang yang bergerak menentukan takdirnya sendiri ? Hah, bilang saja, Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang jika orang itu tidak mau merubah nasibnya sendiri. Gitu aja kok berbelut-belut, eh berbelit-belit. He he.

Begini ceritanya, semoga tidak menjadi sombong, sedari SD sampai SMA saya adalah bintang kelas. Ketika SD dari kelas 1 sampai kelas 6 saya selalu ranking pertama, kemudian SMP seingatku hanya kelas 1 catur wulan (dulu pakai sistem catur wulan bukan semester ) 1 dan 2 saya ranking 2, setelah itu mulai dari kelas 1 catur wulan 3 sampai kelas 3, berturut-turut saya ranking 1.

Lain lagi cerita waktu SMA, kelas 1 masih bisa ranking 1. Kelas 2, haha, ampun dach, amburadul ! Maklum lah lagi masa muda. Masa-masa SMA yang penuh dengan perbuatan-perbuatan nekad dan konyol. Vivere veri colloso, begitu kata guruku dulu. Kelas 3 SMA saya Bangkit (ngeri yah ? bangkit. Hihihi), berturut-turut sampai selesai saya menjadi bintang kelas kembali. Bahkan nilai EBTANAS ku (Sekarang UAN )  paling tinggi di SMA ku untuk jurusan IPS. Ceileehhh. Bagaimana dengan kuliahku ? lain kali saja dech ceritanya. Hehe.

Syahdan, suatu hari saya bertemu dengan teman SMP ku. Bukannya sombong, pasti dia tahu saya, selain bintang kelas, saya kan juga mantan ketua OSIS. Ehm. Jadi dapat dipastikan kalau dia pasti mengenalku, padahal saya lupa-lupa ingat sama dia. Kami bertemu di Jakarta, kebetulan waktu itu saya lagi mendampingi anak-anak di tempat kerjaku untuk study tour. Saking lamanya tidak bertemu, mungkin sekitar 15 tahun, akhirnya kami asyik ngobrol ini itu ngelantur kesana kemari. Oh ya, sahabatku ini hanya lulusan SMP, setelah itu dia langsung cabut ke ibu kota untuk mencari nafkah, eh duit. Hehe. Kami bercerita tentang pengalaman kerja. Ini yang bikin saya malu. Sekarang dia bekerja pada salah satu perusahaan pembuatan alat-alat kesehatan, kalau tidak salah sebagai checker di gudang. Gajinya ? woww... pantastis, begitu kata orang di kampungku. Hehe. Kenapa fantastis ? Karena gajinya lumayan besar, jauh di atas gajiku.

Yang bikin saya malu lagi, ternyata dia sudah mampu membeli tanah dan mulai membuat rumah untuk dia dan keluarga kecilnya. Hebat, batinku. Padahal dia hanya lulusan SMP dan dia tergolong anak yang biasa-biasa saja waktu SMP. Nilainya tidak sebagus nilai saya (bukan sombong lho, tapi realitas). Dan  menurut saya, dia lebih sukses ketimbang saya.

Bukan hanya dia, masih banyak sahabat-sahabat saya yang dulu secara akademik nilainya biasa-biasa saja bahkan tergolong peringkat bawah, tapi sekarang mereka menjadi pribadi-pribadi yang berhasil. Hebat ! Hal ini tidak dialami oleh saya saja. Saya punya sahabat kuliah, dia pintar dan rajin. Tapi apa yang terjadi ?. Nasibnya hampir sama sepertiku (belum sukses). Teman-temannya yang dulu secara akademik berada di bawahnya, justeru sekarang menjadi orang-orang yang berhasil dan sukses dalam hidup mereka. Sahabat kuliah saya yang cerdas itu merasa kalah dengan mereka. Hmm.

Pertanyaannya, kok bisa yach seperti itu ? Ternyata nilai-nilai dan prestasi di sekolah ataupun di bangku kuliah tidak selalu berbanding lurus dengan kesuksesan ketika kita berada ditengah masyarakat . Apa atau siapa yang salah ? sistem pendidikannya kah ? ataukah orang-orang berprestasi yang mempunyai masalah dalam dirinya sendiri ? Cobalah bertanya pada rumput yang bergoyang ! Halah !

Ada beberapa hal yang menurut saya cukup menarik dari kisah-kisah sukses sahabat-sahabatku itu. Sekali lagi, walaupun secara akademik sebenarnya mereka biasa-biasa saja, bahkan tergolong sangat biasa, tapi mereka mampu meraih kesuksesan dalam kehidupan mereka yang masih tergolong muda itu.

Berikut hal-hal menarik yang menurut saya merupakan kunci sukses dalam kehidupan beberapa teman saya, termasuk yang tadi saya ceritakan di atas. Dan menurut saya  bisa kita aplikasikan dalam diri kita masing-masing untuk meraih kesuksesan. Okey, langsung saja.

  1. Sabar
Mungkin ini adalah hal yang terlalu sering kita dengar, sabar, ya sabar. Bagaimana ndak sabar, sahabatku yang tadi saya ceritakan, yang sudah bisa membeli tanah dan membuat rumah itu, awalnya bekerja sebagai pembantu. Tugasnya memberi makan burung-burung piaraan majikannya. Mungkin karena dia cowok, sehingga tugas memberi makan burung mungkin dianggap cocok oleh majikannya. Apalagi waktu itu temanku baru lulus SMP. Kira-kira berapa gajinya ? Ah, untuk beli rokok saja kurang.

Namun dengan sabar temanku itu menggeluti profesinya bertahun-tahun. Kalau ndak salah sampai sekitar 5 tahunan. Bayangkan saja, hidup di Jakarta sampai tahunan begitu, hanya digaji beberapa rupiah saja. Betapa hasrat-hasrat mudanya untuk berlsaya konsumtif atau apapun itu yang berbau kesenangan materi ia tahan. Kalau ndak ditahan bisa berabe, kan gajinya sedikit ? Sampai akhirnya terjadilah perubahan nasib. Ya, perubahan nasib alias takdir. Sang majikan akhirnya meminta temanku itu untuk bekerja di gudang perusahaan milik majikannya itu. Perusahaan alat-alat kesehatan yang cukup terkemuka di Jakarta. Dia dipercaya sebagai checker sampai sekarang. Dan gajinya berlipat lebih banyak dibanding ketika ia bekerja sebagai tukang makanin burung.

  1. Mampu Menutup Mata
Menutup mata ? Lho kok ? Iya menutup mata. Temanku itu berhasil menutup matanya sehingga ia mampu membeli tanah dan membangun rumah dengan hasil keringatnya sendiri. Wah kaya magic aja yah ? Dengan kemampuan menutup mata, bisa membeli tanah dan membangun rumah ! Hahaa.

Yang saya maksud dengan menutup mata disini adalah berusaha sekuat mungkin untuk tidak membeli sesuatu yang memang tidak atau belum perlu untuk dibeli. Simpanlah dan gunakan pendapatan kita seperlunya. Jujur saya salut dengan teman saya itu. Hidup di Jakarta dengan disuguhi beraneka ragam kesenangan duniawi, ternyata ia tidak begitu saja terbawa arus untuk menikmati berbagai kelezatan itu. Dia mampu menutup matanya, tentu saja dia sadar, dengan gajinya yang tidak seberapa, bagaimana mungkin ia menikmati berbagai kesenangan dan kelezatan itu tanpa batas. Ada hal-hal yang pantas ia nikmati, tapi tidak semuanya ia nikmati.

Inilah yang terkadang belum bisa saya atau barang kali Anda juga belum bisa. Lihat iklan saja, walau sekilas, sudah terbesit keinginan kita untuk membelinya. Hayo ngaku ?

  1. Menabung
Yang ini sepertinya tidak perlu dijelaskan panjang lebar. Siapa sih yang ndak tahu dengan kata menabung ini ? Pastilah semua tahu. Tapi yakinlah, ketika kita tidak “dipaksa” untuk menabung, maka kita pun tidak akan bisa menabung. Ini dialami oleh beberapa teman saya, tentu saja dengan dalih klisenya, bagaimana mungkin bisa menabung lha wong kebutuhan saya sangat banyak, sedangkan pendapatan saya sedikit ? Hmmm. Tidak selalu mudah kan ? Inilah mengapa tadi saya bilang kalau menabung itu juga butuh “paksaan.”

Temanku itu termasuk orang yang pandai menabung, walau penghasilannya sedikit. Itulah mengapa ia bisa mempersunting wanita idamannya dan selang beberapa waktu ia bisa membeli tanah dan membangun rumah.

  1. Kerja keras
Ngeri juga ketika saya mendengar cerita teman saya itu tentang pekerjaannya. Bagaimana tidak, saban hari ia berangkat pagi buta, pulangnya malam. Belum lagi kalau disuruh lembur. Bukan hanya itu, dihari libur sekalipun terkadang ia harus berangkat kerja. Tergantung bos, katanya. Di hari libur sekalipun, jika bosnya, ya pemilik burung itu, nelpon teman saya untuk berangkat, tanpa babibu teman saya langsung berangkat. Saya tanya, ndak capek ? dia menjawab tentu saja capek, tapi aku nikmati, katanya. Tipikal pekerja keras menurut saya. Sangat beda dengan saya. Sebagai tenaga honorer di salah satu sekolah negeri, saya terbilang cukup santai. Mulai kerja jam 07.00 WIB, selesai jam 14.00 WIB. Lembur pun jarang, paling kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu dekat. Saking banyaknya, maka saya harus lembur sampai malam, bahkan pernah sampai pagi. Hmm, sangat beda dengan sahabat saya tadi kan ?

  1. Berdo’a
Nah, kalau yang satu ini memang bukan hal yang asing bagi teman saya itu. Sepengetahuan saya, sejak saya mengenalnya sedari SMP dulu, dia memang rajin sholat. Saya pernah memergoki dia membawa sarung ketika SMP dulu. Yupz, tanda kalau dia memang rajin sholat. Bagaimana dengan kita ? sudahkah kita merlantunkan do’a-do’a untuk kesuksesan kita ?

Lima hal di atas  mungkin sudah pernah kita dapatkan ketika kita sekolah atau kuliah. Teman saya itu memang hanya lulus SMP dan kemampuan intelijensinya alias IQ nya memang biasa-biasa saja. Tapi lihatlah, dia menjadi pribadi sukses dengan penerapan lima hal di atas. Ini hanyalah penilaian saya. Mungkin ada penilaian lain yang menurut Anda lebih tepat. Yang jelas, kita takkan bisa berubah jika kita sendiri tak punya kemauan dan kemampuan untuk merubah diri kita sendiri.

Salam revolusi !



23 Mei 2013.

Saturday, September 27, 2014

KURIKULUM BARU........ SOLUSIKAH ?

Gonta ganti kelamin, eh kurikulum. Ini sekadar opiniku saja. Yang suka silahkan baca, yang ndak suka silahkan baca juga. Hi hi.

Yupz, mulai tahun pelajaran 2013/2014 ini, Pemerintah akan menerapkan kurikulum baru, Kurikulum 2013. Untuk nama kurikulumnya sich, kata pejabat di Kemendikbud masih belum ditentukan secara pasti. Yang jelas, kurikulumnya baru. Gituuuuuu.

Jujur saya heran, kenapa ya kurikulum di Negeri ini kok gonta-ganti melulu. Coba hitung, sudah berapa kali kurikulum di negeri ini mengalami perubahan ?

“Susah bos ngitungnya ?.”

“Gampang kok, tinggal ngitung jumlah menterinya sampai sekarang sudah berapa ? He he.”

Ya namanya juga opini, boleh kan ? Perasaan hampir tiap ganti menteri kurikulumnya juga ikut berganti. Hayo, pada berlomba-lomba pengin masuk sejarah Indonesia ya ? He he.

Tapi sebagai warga negara yang baik, aku ikut mendukung dech. Apalagi, katanya, kurikulum ini akan berbasis bukan hanya pada IQ saja, tapi juga kecerdasan-kecerdasan lainnya. Soalnya, kalau terlalu bertumpu pada IQ, hasilnya ya kayak saat ini, KORUPSI dan kejahatan lainnya menjadi santapan sehari-hari di tivi dan sosial media lainnya. Kok bisa ? ya itu, hanya nilai-nilai yang berbau “akal” saja yang diutamakan, sedangkan yang berbau “rohani” masih kurang tersentuh.

Coba bayangkan, pelajaran Agama di sekolah umum tiap minggu hanya 2 jam, sedangkan pelajaran lainnya, kasihlah contoh Matematika, bisa 4 sampai 6 jam per minggu. Bahkan ada yang lebih. Jadinya ya bangsa ini pinter ngitung duit tapi kurang pinter ngitung ibadah. Sorry, bukannya aku mendiskreditkan Matematika, hanya saja, pelajaran Matematika di negeri ini tidak diintegrasikan dengan nilai-nilai budaya dan Agama. Nah lho... kemana nich tujuan pembicaraan ini ?

Okeylah begini contohnya. Coba sekali-kali di dalam pelajaran Matematika diajarkan seperti ini, jika kita mengambil uang seribu, tapi uang seribu itu milik orang lain, berapakah hasil yang didapatkan di akhirat nanti ? minus atau plus ? hayooo jawab !

Wah, kayaknya idealis banget yah aku ini. Ya, namanya juga opini. Suka ya silakan dibaca, ga suka ya silakan dibaca. Haha.

Oh ya aku jadi ingat, untuk kualitas pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah sangat bagus. Coba bayangkan, di Inggris sana, anak-anak SD kelas 2 masih banyak bermainnya, kurikulumnya tidak begitu berat. Disini, di Indonesia, kurikulum untuk mereka sudah terbilang berat. Jarang bermain-main pula. Padahal naluri anak-anak adalah bermain. Iya kan ? Bayangkan perbedaannya ?

Informasi ini aku dapat ketika aku mengikuti kuliah perdana seaktu mengambil program diploma. Pembicaranya kebetulan pernah menimba ilmu di Inggris, beliau adalah Pak Waidi, MBA.

Wah, jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh salah satu budayawan nyentrik Indonesia, Sudjiwo Tedjo, karena waktu kecil kita jarang bermain, maka ketika dewasa banyak orang Indonesia yang bermain-main. Jadi pejabat pada bermain-main. Nah itu pada korupsi pada selingkuh. Waduh !

Jadi apa saja pada bermain-main. Yang beristeri mainin isteri orang lain, yang bersuami mainin suami orang lain... halah !

Yang jelas, menurutku nih menurutku, ada sesuatu yang hilang dalam bangsa ini. Menurutku nilai-nilai budaya dan Agama yang sudah terlalu jauh ditinggalkan. Mau kurikulum ini mau kurikulum itu, mau jadi ini mau jadi itu, semuanya akan okey kalau menerapkan nilai-nilai budaya apalagi Agama.  Bukankah dalam ajaran Agama diperkenalkan terhadap surga dan neraka ? Siapa yang baik pasti masuk surga, siapa yang jahat pasti masuk neraka. Coba kita merapkannya, jangankan mau korupsi, terbesit dipikiran  saja kita sudah sangat was-was. Soalnya takut masuk neraka. Sederhananya, kalau pada jujur, bereslah urusan negeri ini.

Smile for INDONESIA ;)



23 Mei 2013.

Jika sekarang Anda merasa terpuruk, yakinlah bahwa masih ada jalanuntuk mengobati keterpurukan Anda....

Kang Kisam, begitu orang-orang di kampungku memanggil namanya. Tubuhnya pendek, hampir sama dengan tubuhku, kira-kira 155 cm. Bentuk mukanya sedikit bundar, sorot matanya teduh dengan dua alis tebal di atasnya. Kulitnya sedikit kehitaman, suaranya kecil tapi lantang. Yang khas adalah cara berjalannya, sedikit ngegeng kata orang Banyumas. Hehe. Ya kalau Anda pernah melihat pertunjukkan wayang orang, jalannya seperti salah satu panakawan, Bawor alias Bagong. Ya maklumlah, perutnya sedikit buncit dan kalau jalan, perutnya agak membusung ke depan. Kaya wanita hamil. Hehe. Tapi tunggu dulu, ada sesuatu yang hebat dari seorang kang Kisam ini. Sesuatu yang belum tentu dimiliki oleh setiap orang. Penasaran ? Okey, begini ceritanya.

Ketika aku masih kecil, aku masih ingat betul pekerjaan kang Kisam ini, tukang becak. Ya, tukang becak. Aku dan ibuku biasa mbecak ke kampung ayahku yang jaraknya kurang lebih 10 km dari kampungku. Ada beberapa tukang becak yang waktu itu menjadi langganan keluargaku. Salah satunya ya kang Kisam itu. Sebagai tukang becak kang Kisam termasuk tipe pekerja keras. Ini bukan hanya semata penilaianku saja. Terbukti dari beberapa tukang becak yang ada di sekitar rumahku, kang Kisam termasuk tukang becak yang bisa dikatakan paris manis. Banyak orang yang suka mbecak sama kang Kisam ini. Cepat dan sabar, begitulah rasanya ketika aku naik becaknya kang Kisam.

Walaupun tergolong laris, namun tentu saja sebagai tukang becak, penghasilan kang Kisam belum cukup untuk menghidupi isteri dan ke tiga anaknya. Aku masih ingat betul waktu itu, ketika tiba-tiba isteri kang Kisam hamil lagi. Hehe. Sekarang anaknya empat, tiga laki-laki dan satu perempuan. Sama seperti kang Kisam, isterinya juga tipe pekerja keras. Ia bertani di ladang. Kang Kisampun sama, sembari menjadi tukang becak, ia juga bertani di ladang. Lumayan untuk menghidupi keluarganya.

Seiring perkembangan zaman, waktu itu sekitar tahun 1992-an wajah kampungku mulai berubah. Jalan memang sudah lama di aspal, namun transportasi umum waktu itu hanyalah ojek, becak,sepeda onthel, dan perahu tradisional untuk penyeberangan sungai. Di tahun itulah angkutan umum pedesaan mulai ada. Trayek, begitu kata orang kampungku menyebut angkutan umum pedesaan itu. Walau terhitung sedikit, bahkan untuk menunggunya saja butuh waktu hampir satu jam, mulai banyak masyarakat yang tertarik menggunakan angkutan itu. Maklumlah, siapa sih yang ndak senang naik mobil ? Di zaman itu adalah sesuatu yang langka di kampungku. He he.

Dengan adanya trayek tadi, otomatis para tukang ojek dan tukang becak seperti kang Kisam mulai was-was. Salah satu sisi, itu adalah kemajuan, namun disisi yang lainnya, itu bisa jadi merupakan pertanda buruk bagi jasa angkutan lainnya, termasuk kang Kisam. Dan benar saja, lambat laun angkutan itu semakin banyak. Bukan hanya penyedia jasa angkutan selain trayek saja yang mengalaminya, bahkan pasar di kampungkupun mulai sepi. Karena para pembeli lebih suka ke kampung sebelah, selain harga barangnya lebih murah, fasilitas ke pasar kampung sebelah juga lebih mudah. Ya, trayek ternyata mampu mengubah kondisi ekonomi suatu kampung. Hmm.

Kembali kang Kisam. Bagaimanapun juga nasi harus tetap mengepul di keluarga kang Kisam. Apa yang dia lakukan ? Ternyata isterinya berdagang pecel. Dan yang unik lagi, anaknya pintar mencari ikan di sungai dan di sawah. Lumayan kan, bisa untuk dimakan beramai-ramai. Kang Kisam masih berprofesi sebagai tukang becak dan bertani, namun lambat laun perekonomian keluarga itu mulai mundur. Apalagi kang Kisam harus menyekolahkan anak-anaknya yang waktu itu sudah mulai masuk ke SMP. Hmm, butuh biaya banyak. Dan perubahan memang harus terjadi. Secara tiba-tiba kang Kisam belajar membuat tahu di rumah kakaknya yang berprofesi sebagai penjual tahu. Ia juga ikut berdagang tahu.

Dasar kang Kisam, dia tidak hanya ulet, tapi juga pandai memanfaatkan peluang. Ia langsung memberanikan diri, banting stir menjadi pengusaha tahu. Tadinya ia hanya menjualkan tahu milik kakaknya, setelah lihai dalam pembuatan tahu, akhirnya ia membuat tahu sendiri dan dipasarkan sendiri juga. Lambat laun usahanya menuai hasil. Bahkan ia mempekerjakan tetangganya untuk membuat tahu. Kalau ndak salah ada dua orang tetangganya yang ia pekerjakan dalam pembuatan tahu itu.

Kemajuan teknologi juga tak diabaikan oleh kang Kisam. Tahu yang biasanya dibuat melalui proses tradisonal, diubah menggunakan mesin pembuat tahu yang lebih modern. Dengan mesin ini kang Kisam bisa membuat tahu dalam porsi yang lebih banyak. Oh ya, tahu kang Kisam tergolong lezat. Sepengetahuanku, hanya berkeliling beberapa jam saja, tidak lebih dari 5 jam, tahu kang Kisam sudah ludes terjual. Dan harus diketahui juga, penjual tahu tidak hanya menjuakl tahunya saja. Ada yang lain, yaitu ampasnya. Ya, orang menyebutnya sebagai ampas tahu. Ampas tahu ini dijual per plastik oleh kang Kisam. Ampas tahu ini, selain bisa digunakan untuk membuat camilan yang bernama tempe dhage, juga bisa digunakan sebagai pakan binatang piaraan, yaitu sapi dan kambing. Terang saja, omzet kang kisam mulai bertambah. Bahkan ada satu peristiwa yang tidak mungkin aku lupakan. Waktu itu sekitar tahun 2000-an, grumbul ku (Grumbul = wilayah kecil dalam suatu kampung) akan mengadakan piknik. Mahal bro biayanya. Namun anaknya kang Kisam justeru ikut. Padahal sebelumnya, jarang sekali salah satu keluarga kang Kisam ikut piknik. Jangankan piknik, untuk biaya sehari-hari saja pas pasan. Banyak yang geleng-geleng kepala waktu itu. Bisa ya dengan biaya mahal anak kang Kisam ikut piknik ? Juragan Tahu. Begitu seloroh salah satu warga di grumbulku.

Benar-benar perubahan yang drastis. Kang Kisam berubah menjadi salah satu orang dengan pendapatan yang besar di kampungku. Ya, kaya lah menurutku. Hehe. Oh ya, waktu itu aku ada tugas kuliah minor dari kampusku, dan produk tahunya kang Kisam lah yang aku jadikan sebagai bahan tugas kuliahku itu. Hehe. Menarik soalnya, bahkan salah satu instruktur pengujiku kelihatan tertarik dengan home industri tahu ini. Kembali ke kang Kisam. Walaupun dia sudah termasuk orang dengan pendapatan yang besar, tapi kesahajaan dan kerendahan hatinya justru, menurutku, semakin bertambah. Tidak sombong ! luar biasa.

Sebagaimana roda becaknya kang Kisam, roda kehidupanpun mulai berputar. Kang Kisam, sang juragan tahu, akhirnya kembali bergelut dengan kerasnya kehidupan. Kedelai yang menjadi bahan baku pembuatan tahu tiba-tiba harganya melonjak luar biasa. Harga jual tahu tidak sebanding dengan harga kedelai. Syahdan, kang Kisampun bangkrut.

Sampai disinikah perjuangan mantan juragan tahu itu berhenti ? TIDAK ! Sekarang dia bahu membahu bersama salah satu putranya yang sengaja drop out dari SMP menjual mainan beraneka asesoris dan mainan anak-anak. Ketiga putranya sudah selesai sekolah, bahkan dua diantaranya sudah berumah tangga. Cucu kang Kisam sudah tiga, putrinya yang ragil kini bersekolah di salah satu SMK ternama. Bagaimana penghasilannya ? Anaknya yang DO itu pernah berkata kepadaku. Minimal, walaupun hanya kurang lebih setengah jam berjualan, ya dari jam setengah tujuh pagi sampai jam tujuh, minimal sekali keuntungan yang ia dapatkan adalah RP. 25.000,00. Itu hanya di pagi hari. Dalam satu hari, kurang lebih antara Rp. 30.000,00 sampai Rp. 50.000,00. Itu minimal, jika ramai ? Tentu saja lebih besar dari itu. Dan itu hanya penghasilan dari anaknya saja, belum lagi dari kang Kisam. Bagaimana jika digabungkan dengan penghasilan anaknya dan isterinya, yang akhirnya ikut berjualan juga ? besar kan ? hehe.

Hmm, bagaimana menurut Anda ? Jika sekarang Anda merasa terpuruk, yakinlah bahwa masih ada jalan untuk mengobati keterpurukan Anda. Jika Anda sekarang merasa berada di titik nadir, maka bersyukurlah. Karena setelah titik nadir ini, keadaan Anda akan semakin naik, naik dan naik. Dan kesuksesanlah yang akan mendatangi Anda. Sabar, ikhtiyar, berdo’a, dan berjuang adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Yakinlah akan kemampuan Anda. Jangan dengarkan orang lain yang menyebabkan mental Anda menjadi lemah. Bangkitlah, dan yakinlah akan firman Tuhan. Bahwa Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya sesuai dengan tingkat kemampuannya. Dan tolong catat ini, kisah ini bukanlah kisah rekaan atau fiksi, tapi kenyataan. Semoga kita bisa mengambil manfaatnya.

Salam sukses !

01 Agustus 2013.







Friday, September 26, 2014

MENCINTAI ORANG TUA, THE WAY TO BE SUCCESS

Rindu, ya rindu. Jadi inget salah satu lagu jawa, Gethuk judul lagu itu. Dinyanyikan oleh Manthous dan, emm... siapa ya yang perempuan, lupa tuh. Hehe. Maklum sudah lama banget tuh lagunya. Seperti ini penggalan syair dalam lagu itu, rindu-rindu tambane kudu ketemu. Artinya, rindu-rindu (jika rindu) obatnya ya harus bertemu. Wuih, cakep dech tuh lagu. Hehe. Eh, ngomong-ngomong masalah rindu, beberapa bulan yang lalu aku merindukan salah satu sahabat lamaku. Sahabat ketika masih SMP dulu. Dia satu kelas denganku. Anaknya jangkung, rambutnya agak kriting, dan yang paling menonjol dari sahabatku ini adalah kerutan wajahnya yang kelihatan sedikit tua. Hehe. Memang begitu keadaanya, dia dua atau tiga tahun lebih tua dibanding usiaku. Harusnya sih dia SMA tapi biasalah, keadaan oikos nomos alias ekonomilah yang akhirnya membuat ia satu angkatan denganku. Eng ing oong.

Rindu yang tepat pada waktunya, begitu gumamku. Kenapa ? karena disaat aku ingin bertemu dengannya, secara tiba-tiba aku ditunjuk sebagai ketua panitia reuni akbar SMP. Hehe. Rupa-rupanya rinduku benar-benar tidak akan bertepuk sebelah tangan nih. Sambil menyelam minum susu, begitu kata pepatah lama yang sering kudengar.

Dan benar saja, ketika rapat pembagian tugas, walaupun aku sebagai ketuanya, ternyata aku juga diberi tugas menarik dana dari teman-teman alumni seangkatanku. Jadi deh bertemu dengan sahabat yang kurindukan itu. Oh ya, sebenarnya hampir tiap tahun, ketika lebaran aku berkunjung ke kampung temanku itu, tak terkecuali menemui sahabat yang kurindukan itu. Namun setelah aku menikah, aku sudah tidak lagi berkunjung kesana. Maklumlah, sibuk (sok sibuk tepatnya).

Singkat cerita sampailah aku di rumah sahabatku itu. Wuih, ternyata dia sudah punya isteri, belum lama menikah katanya. Asem, aku tidak diundang. Begitu gerutuku padanya. Tapi, ada satu hal yang sebenarnya membuatku lebih kaget. Ketika kami sedang bersantai di beranda rumahnya, tiba-tiba ada seorang wanita setengah baya yang langsung nyerocos minta bayaran. Sahabatku itu bertanya, “Sampeyan kerja berapa hari yu  ? Lantas si wanita menjawab, “Lima hari bos.”. Wuih, gaul juga nih si ibu itu, make kata bos segala. Hehe.  Langsung deh dikasih uang si wanita tadi sama sahabatku ini. “Wuih, jadi bos nih sekarang bro ?”, tanyaku. “Ya jelaslah bro.” Begitu jawabnya. Asem, benar-benar bos dia. Akhirnya naluri intelku menutunku untuk mengupas lebih jauh perjalanan hidupnya yang selama ini tidak aku ketahui.

Namanya juga sahabat baik, akhirnya dia menceritakan pengalaman kerjanya padaku. Sepengetahuanku, dulu ketika dia lulus STM, dia langsung kerja ke Jakarta. Sudah menjadi tradisi, hampir setiap tahun setelah lulusan, banyak anak-anak muda di kampungku dan juga di kampung-kampung tetanggaku merantau ke Jakarta. Soalnya bingung, di kampung mau ngapain, ndak ada yang bisa menghasilkan uang. Begitu alasan mereka. Tak terkecuali temanku itu.

Di perantauan, tak seenak yang dibayangkan. Begitu temanku mulai bercerita. Dia pernah bekerja sebagai kuli panggul di salah satu depot pengisian air mineral. Pekerjaannya ya bongkar muat dan menata galon-galon air mineral. Rekasa (susah), ucapnya. Sudah capek, bayarannya tak sebanding dengan kerjanya. Waktupun berlalu, dia cukup lama kerja di depot air mineral tersebut. Sampai akhirnya dia bekerja di salah satu restoran mie ternama di ibu kota. Kebetulan ada keponakan dan teman-temannya yang bekerja di restoran tersebut. Istilah jawanya, dicawel (dibawa, dimasukkan) bekerja di restoran mie ternama itu sebagai pelayan. Garis nasib pun mulai berubah. Penghasilannya relatif besar, walau tergolong karyawan baru. Hehe.

Dengan kesabaran, keuletan, dan dedikasi yang tinggi pada tempat kerjanya, akhirnya temanku ini dipercaya sebagai koki. Sambil menyedu teh manis, ia pun melanjutkan ceritanya. Ini adalah hal yang sangat penting dalam hidupku, ucap temanku. Yang namanya kerja di restoran, salah satu pekerjaan yang sangat penting adalah koki. Karena sebagai koki, secara otomatis ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masakan, dan tentunya resep-resep rahasia akan diberikan kepada si koki. Itulah mengapa temanku menganggap bahwa bekerja sebagai koki direstoran tempat kerjanya adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya. Dan benar saja, sebagai koki bukan hanya penghasilannya saja yang bertambah, tapi kelihaian memasaknyapun juga bertambah.

Sudah siang, tapi aku masih tertarik dengan cerita temanku ini, soalnya belum klimak, jadi belum enak. He he. Dengan pekerjaan enak dan penghasilan besar sebagai koki, lalu kenapa temanku ini justru memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya ? Nah loh.

Jujur saja aku heran. Siapa sih yang tidak ingin bekerja dengan gaji besar ? Setiap orang termasuk Anda, pasti menginginkannya. Tapi kenapa temanku ini malah nekad keluar dari zona nyamannya itu ? Inilah keberanian yang aku yakin, tidak dimiliki oleh setiap orang. Apalagi bagi mereka yang takut menghadapi resiko, sungguh bukan pilihan yang mudah, karena ini berkaitan dengan hidup dan penghidupan.

Kembali temanku ini melanjutkan ceritanya. Setelah dia mendapatkan pekerjaan yang mapan, tiba-tiba dia teringat ayahnya yang hidup sendiri di rumahnya. Memang ada saudara di sekitar rumah ayahnya, ada kakaknya, tapi ia merasa iba dan ingin merawat ayahnya selagi ayahnya masih hidup. Dan karena alasan inilah ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Sejenak aku terdiam. Sungguh, aku tidak menyangka ternyata inilah alasan mengapa ia keluar dari tempat kerjanya. Ingin berbakti pada ayahandanya yang tinggal sendiri di rumahnya. Hebat, batinku.

Dengan modal kemampuan memasaknya, sebenarnya ia ingin membuka usaha nasi goreng ataupun mie goreng disekitar kampungnya. Namun dengan insting bisnisnya, ia justru melirik pada usaha selai pisang. Selai yang ia jual adalah selai kering. Usaha ini bukan tanpa alasan, ia melirik usaha ini karena ia tahu persis kalau camilan ini sangat digemari di ibu kota. Selain  itu, keponakannya juga bersedia memasarkannya di daerah Jakarta dan sekitarnya.

Akhirnya dengan penuh kemantapan, ia mulai usahanya itu dari rumah. Awalnya ia membuat sendiri, lambat laun karena penjualannya tergolong bagus akhirnya ia pun mulai kewalahan. Baik dari segi pembuatan maupun dari pencarian bahan baku pisang, yang memang tidak setiap hari ada dalam jumlah yang besar. Ia pun memutuskan untuk mempekerjakan sekitar enam orang ibu rumah tangga disekitar rumahnya agar usahanya semakin berkembang dan berkualitas. Selain itu, ia juga harus berkonsentrasi dalam berburu pisang sebagai bahan baku pembuatan selainya. Dikarenakan tidak setiap hari ada pisang berkualitas bagus di jual di pasaran. Ia pun melintas ke  kabupaten lain di sekitar banyumas untuk mencari pisang berkualitas tersebut. Hebat, kata temanku ini, berapapun selai yang ia buat, selalu ludes dipasaran. Bahkan keponakannya yang bekerja sebagai karyawan restoran  akhirnya memutuskan berhenti dari restoran tempat bekerjanya untuk konsentrasi pada penjualan selai yang makin hari makin bertambah pembelinya. Bahkan ada pedagang besar yang bersedia membeli selai temanku ini, seberapapun jumlahnya. Good.

Selesai sudah cerita temanku ini. Dengan penuh bangga ia pun memberikan sumbangan reuni kepadaku. “Payah ! Masa juragan selai cuman kasih sumbangan Rp. 20.000,00 ! Lagi mabuk yah kowe ?” Umpatku pada temanku itu.

“Huss, bisnis bro. Kalau pengin lebih banyak, tahun depan kesini lagi !”.

Asem !!!”

Tuhan tidak akan memberikan kesengsaraan pada hamba-Nya yang mengasihi orang tuanya. Dia selalu memberi jalan, memberi gagasan, memberi ide, dan memberi rezeki tanpa diduga dari mana arah datangnya semua itu. Kerja keras, kerja cerdas, bersungguh-sungguh, ikhlas, dan tawakal menjadi pelajaranku pada kisah sahabatku itu.

Salam waras !

:)



02 Agustus 2013.















JENDELA RUMAH SANG USTADZ

03.30 WIB

Gelap masih membungkus dinginnya pagi. Sementara embun masih bercengkrama dalam pelukan cemara jingga. Semak–semak pun mulai mengibaskan kaki–kakinya yang ranum diantara butiran tanah yang teronggok merekah. Cahaya lampu mulai terlihat dari beberapa rumah mungil yang tersusun rapi. Berderet sepanjang jalan kecil. Rumah–rumah cerah di tengah keangkuhan dunia yang megah.

Syahdan, di salah satu rumah mungil.“ Mas, sudah pagi. Sudah hampir jam 4.” Suara perempuan terdengar merdu dari arah bibir pintu kamar  rumah itu.

Brak !

“Astaghfirullah !”

“Rizki !”

Haaaa.... mamaaa !

Mamaaaaaaaaaa !

“ Ada apa de ?”

“I..ini mas, Rizki jatuh.”

“Apa?”



06.45 WIB

Pagi yang cerah, namun tak secerah wajah lelaki ini. Perkenalkan, namanya Sastro. Sastro Juwono lengkapnya. Badannya kecil dengan otot yang cukup kekar. Kulitnya sawo matang, bahkan cenderung hitam. Rambutnya hitam pekat, lurus namun agak kaku. Dengan potongan rambut ala penyanyi gaek, Koes Hendratmo. Matanya tajam, siap menusuk siapa saja yang berhadapan dengannya. Pertanda bahwa ia adalah lelaki tegas dan pemberani. Di lengan kanannya melingkar sebuah jam tangan. Jam tangan asmer alias asal merk. Jam tangan yang bagi sebagian orang mungkin dianggap nyleneh. Bukan karena jam tanganya, namun karena letaknya yang berada di lengan kanan. Bukankah sebagian besar dari kita lebih sering mengenakan jam tangan di lengan kiri ?

“Pagi pak Sastro. Assalaamu ‘alaikum.”

“ E e e e... Pagi Juga bu Dian. Wa’alaikumussalaam warahmatullah.”

“Ihhh pak Sastro, pagi–pagi kok be te banget kaya gitu ?  lagi ngalamun yah pak ? Jangan ngalamunin orang lain. Ga boleh ! heee.”

Sastro benar–benar gugup kali ini. Ia tak dapat menyembunyikan rasa gugupnya. Walaupun ia berusaha keras untuk menghilangkannya, mimik wajahnya tak bisa membohongi perempuan cantik berjilbab biru yang ada dihadapannya itu.

“Kenapa Pak,  kok kikuk seperti itu ?. Malu ya sama saya?.  Yaa udah tak kasih senyum saja ya pak,b iar bapak tidak kikuk seperti itu. Heee.”

Ah, senyum itu. Lagi–lagi senyum itu. Mengapa selalu senyum itu. Ah, mengapa ? Ahhh  senyum itu ?

Duh Gusti, berikanlah hamba kesabaran dan kekuatan.



13.00 WIB

“Pulang pak ?”

“Iya pak Anto, kebetulan hari ini saya tidak mengawasi anak–anak yang sedang ujian pak. Mau langsung pulang. Tadi pagi Rizki, anak saya terjatuh dari tempat tidur. Dari jam pertama mengajar sampai sekarang saya tidak tenang pak. Teringat Rizki.” “Ohh maaf pak, sekali lagi saya minta maaf. Saya tidak tahu kalau putra bapak jatuh dari tempat tidur. Bagaimana kondisinya ? Tidak apa–apa kan pak ?”

Hmmmmm. Sastro menghelas nafas panjang. Seandainya ada air dingin di depannya, mungkin ia akan buru – buru memuntahkan ke kepalanya yang serasa panas itu.



16.30 WIB

“Bagaimana de keadaan Rizki ? sudah membaik kan de ?”

“Kata bu bidan sih tidak apa – apa mas. Cuman shock saja katanya.”

“Oh, syukurlah. Mas khawatir dengan keadaan....”

Belum selesai merampungkan kalimatnya, tiba–tiba sakunya bergetar. Ada lantunan sholawat badar terdengar dari saku celananya.

“ Ada SMS itu mas, dilihat dong mas, siapa tahu dari pak kyai atau kepala sekolah.”

Buru – buru ia merogoh saku celananya...

“ Dari siapa mas ?”

“Oh, dari provider de, biasa promo. He he he .”

“Oooohh.”

“Ade ke kamar dulu ya mas. Bentar lagi kayaknya Rizki bangun. Tidur dari jam satu tadi.”

“Ohh ya de. Mas mau ke tempat kang Wiro. Mau minta tolong. Mumpung masih sore. Nanti kan malam Jum’at, seperti biasa kang Wiro akan mas mintai pertolongan buat woro–woro pengajian di musholla kita nanti.”

“Ohh ya mas, hampir lupa. Ini tadi ibu memberikan ini untuk acara nanti malam. katanya sih mau buat sodakoh”. “Gini aja de, gunakan saja uang itu untuk membeli snack. terserah ade. Ade kan jagonya nyari hal- hal seperti itu.” Sahut Sastro sambil mencubit pipi isterinya.

‘Iiiihhh apaan si mas. Cepetan sana ke rumahn kang Wiro. Nanti keburu Maghrib.”

“Okey honey, I love you. Mmmuuuachhh”.

“Ihhhh genit !”



Sembari keluar rumah, Sastro mengeluarkan Hand phone nya.

“ Mas, gemana kondisi Rizki ? tidak apa-apa kan?. Mas jangan sedih, semua itu kan cobaan dari Allah. Mas kan sering bertaushiah seperti itu di masjidku. Sabar ya mas !.”

Deg !. Jantung Sastro berdegup kencang. Ia benar–benar lemas kali ini. SMS itu, senyum itu. Ah, kenapa.  Kenapa harus dia ?.  Dia. Dan dia ?.

“Maafkan aku isteriku. Terpaksa aku berbohong padamu. Aku tidak ingin engkau berprasangka buruk kepadaku.” Batin Sastro lirih dalam hati. Ternyata SMS tadi bukan dari provider. Tapi dari perempuan berjilbab biru yang senantiasa memberikan senyumnya hampir setiap pagi di tempat kerjanya. Perempuan yang senantiasa dengan setia memberikan komentar–komentar lucu di setiap postingan facebooknya. Perempuan yang senantiasa menyapa melalui messengernya ketika dia sedang on line. Perempuan yang senantiasa memberikan SMS nya disela kesibukannya memberikan ilmu kepada murid–muridnya.

Wussssssss. Angin sore menghempas jiwa Sastro ke pelataran dewangga. Jauh, mendekap mimpi.



17.30 WIB

Jam dinding menunjukkan pukul setengah enam sore. Ada yang mengganjal dalam benak Sastro. Kali ini bukan mengenai perempuan berjilbab itu. Tapi entah kenapa tiba–tiba ia merasakan kecapekan yang luar biasa. Badannya serasa dihimpit batu, kepalanya pusing, dan rasa kantuk mulai menjajah tubuhnya secara perlahan. Pelan tapi pasti. Mungkin  karena hari ini ia mengajar penuh di sekolah. Sehabis itu, ia mengajar anak–anak di TPA dan membantu Kang Wiro menyebarkan separuh undangan pengajian untuk nanti malam. Ditambah beban berat akibat anaknya yang terjatuh dari ranjang tadi pagi.

Akhirnya ia pun tertidur pulas di ruang tengah. Kebetulan ada dipan kecil yang biasa digunakan untuk bersantai menonton televisi bersama anak dan isterinya.

Sastro benar–benar capek. Ia tertidur lelap dalam dekapan senja yang paling senja. Entah ia bermimpi apa. Yang jelas, raut wajahnya terlihat sumringah, bahagia dalam tidurnya.



18.15 WIB

Gedubrak !

Bruk !!!

Mamaaaaa !

“Masya Allah, siapa yang meletakkan Rizki dibawah kakiku ?. Bagaimana sih kamu ini de, seharusnya ade tahu kalau mas ini sedang capek de. Capek !.Makanya aku tertidur. Malah kamu taruh Rizki tidur dibawah kakiku. Lihat, lihat ini ! Lihat kan akibatnya !”

Isterinya hanya terdiam. Sekilas, terlihat butiran air jernih mengalir di pipinya yang putih. Sementara tangannya mendekap erat si kecil Rizki, si kecil yang baru berusia satu tahun. Si kecil yang baru saja terjatuh karena tersenggol kaki suaminya. Si Kecil yang untuk kedua kalinya harus terlentang di lantai menahan sakit. Oh Gusti.

“Assalaamu ‘alaikum pak, Assalaamu ‘alaikum pak !. Nuwun sewu pak,  jamaah Maghrib dan pengajian rutin sudah menunggu di musholla.... Panjenengan sedang ditenggo di musholla.”



Pettt !

Tiba–tiba saja mati lampu.

“ Bagaimana pak Ustadz, mati lampu ini ???”

Hmm, Ustadz Sastro menghela nafas panjang.







Banyumas, 2012.

























Featured Post

Karakteristik Meeting Room yang Sesuai untuk Meeting

Karakteristik Meeting Room - Menjamurnya bisnis startup mendorong bermunculannya perusahaan pelayanan coworking space dan private space. Be...